Kamis, 31 Maret 2016

Kurcaci Cantik milik Indonesia part 3

Kurcaci cantik milik Indonesia part 3
Karya Ema Widiya
Day 07
Setelah menghabiskan waktu dua hari di kampus, akhirnya Jenny, Dena dan Calista merasakan libur dari berbahas inggris. Benar-benar melelahkan untuk lancar berbahasa inggis. Harus Jenny akui ia sebenarnya masih fasih berbahasa inggris.
“Jen, mau makan apa nih weekend?” tanya Dena yang mengetuk pintu kamarnya
“Eh kayaknya enak bikin omelet aja deh. Tapi gak ada sayurnya nih. Lu beli bahan makanan di sebrang deh Den” Jenny keluar dari kamar nya sambil menguncir rambut panjang nya
“Di sebrang? Ada apaan?” tanya Dena
“Ada rumah yang jual bahan makanan gitu, kalo diindonesia sih kayak warung” Jelas Jenny
“Eh gue mau juga dong omelet” Ucap Calista yang baru saja sudah mandi
“Whats wrong?” tanya May yang mungkin bingung dengan celotehan mereka
“We want to cooking some omelet . Do you want?” tanya Dena
“I want it, maybe hye mi love it too” Jawah May
“Ok, Gue belanja dulu ya” Dena segera mengambil baju hangat dan dompet nya
“May?” panggil Jenny
“Yap?”
“Do you want to Learning Indonesian Language?”
“Can you?” May sepertinya antusias
“Yess. I can, Let’s do it” Ajak Jenny sambil mengambil pulpen dan kertas di atas meja.
Sementara Jenny , May, Calista dan Hye Mi belajar bahasa Indonesia, Dena pergi ke sebuah rumah sederhana di sebrang apartemen mereka. Disana terdapat beberapa sayur dan buah segar yang di jual. Tapi Dena juga melihat sesosok cowok yang sepertinya ia kenal.

Sebelumnya di apartemen yang tak jauh dari tempat Dena,Jenny dan Calista tinggal.
“Bon, Gue laper tapi bahan makanan abis” Ucap Fadly sambil mengelus perutnya
“Eh jadi kita harus beli dulu toh?” Logat jawa dan ambonnya menjadi Satu
“Iya Bon, Lu aja yah yang beli. Kan Lu yang udah siap pergi tuh. Haris sama Ray masih mandi, gue lagi nunggu giliran mandi” Jelas Fadly
“Mau beli apa kita?” tanya Boni yang siap dengan catatan kecilnya
“Beli telor aja lah Bon, sekilo” 
“Dimana Toh?”
“Di sebrang apartemen depan Bon” Ucap Fadly sambil menunjukkan aparteman yang berada di sebrang kiri.
“Oke oke, aku pergi dulu ya Fad” Ucap Boni sambil mengambil jaket nya lalu pergi sesuai instruksi Fadly
Dena ingin menyebrangi jalan sambil mengamati seorang lelaki yang ia kenal itu. Sedikit Dena mendengar percakapan Boni dan sang penjual bahan makanan tersebut.
“May I help you?”
“Yess yess” Jawab Boni antusias
“What you want?” tanya sang penjual
“Do you know? This is ehmm this is and plung plung kukuruyuukk” Boni memperagakan bentuk bulat dengan jari nya, lalu membuat kedua sikunya terangkat seperti ayam yang mengepakkan sayap sambil berteriak “kukuruyuukk” ia mengulanginya sampai tiga kali, awalnya raut wajah sang penjual sangat bingung.
“Plung-plung kukuruyuk” Boni menghadap belakang saat mengatakan plung-plung , mungkin yang ia maksud adalah telur ayam yang dikeluarkan oleh sang ayam
“Oh this is?” tanya sang penjual sambil memperlihatkan sebuah telur
“Yess, You good .” Boni mengacungkan jempolnya dengan kakek penjual itu
“How much?” tanya sang kakek
“bagaimana banyak? Duh ini kakek mungkin mau tanya berapa banyak kali yah?” gumam Boni
“One, in this one one one and this one” Boni memperlihatkan jari telunjuknya mengisyaratkan angka 1, dan menunjuk timbangan lalu menunjuk angka satu.
Penjual tersebut bingung, ia menaruhkan satu buah telur di atas timbangan, namun sepertinya ia melihat ketidakpuasan dalam raut wajah Boni.
“May I help you sir?” tanya Dena yang masih terkikik mendengar pembicaraan mereka
“oh, maybe” jawab sang penjual ragu-ragu
“Bon lu mau berapa banyak?” tanya Dena
“Aku butuh sekilo mbakyu” kata Boni menggaruk-garuk kepalanya
“Sir, this guy buying a one kilograms egg” Jelas Dena yang membuat sang penjual manggut-manggut mengerti dan segera menimbang telur.
“Boni, telur itu bahasa inggris nya Egg” Dena menjelaskan kepada Boni
“Oh, egg toh. Aku lupa, inget nya umur age gitu” kata Boni polos
“Yaudah bayar sana” Dena meminta boni untuk memberikan uang satu dollar nya untuk membayar satu kilo telur
“Makasih ya Dena, aku tertolong ucap Boni sambil tersenyum lebar
“Iya sama-sama” Ucap Dena sambil memilih sayurang yang akan dia beli
Sambil berjalan, Boni merapalkan bahasa inggris telur yang membuat tawa Dena pecah mendengarnya.
“Egg, egg, egg, egg, eeg, eh egg ekek duh bingung toh huruf k apa g” Boni bergumam sambil berjalan
“Dasar tuh anak nekat banget belajar keluar negeri” Dena segera membayarkan belanjaannya dan kembali menyebrang ke apartemennya.
Di dalam terlihat Mayb sedang menggumamkan bahasa Indonesia yang baru saja ia pelajari dari Jenny dan Calista.
“Saya – mau-makan ha” May mengucapkannya dengan logat cinab dan sambil terbata-bata.
“Eh Den, udah pulang?” tanya Calista yang masih mengajari Hye Mi
“Belajar bahasa Indonesia nih?” Tanya Dena
“Iya Den, kasian juga mereka gak tau apa yang kita bahas” Ucap Jenny menyuguhkan kamus bahasa inggris-indonesia ke May dan Hye Mi
“Iya-kita-belajar Indonesia coba” Hye Mi mencoba memakai bahasa Indonesia dengan terbata-bata dan mungkin ia kira penempatannya sama dengan bahasa Inggris.
Sambil tertawa Jenny menyambar sekantong sayuran yang sudah di beli Dena dan mulai mengocok beberapa butir telur, mencuci sayuran dan memotongnya menjadi kecil. Omelet siap di masukkan ke wajan dan Jenny selalu bisa membuat Omelet yang enak.

Day 09
“Gilaaa, bosen banget ya. Pokoknya minggu depan kalau weekend kita mesti jalan-jalan” Gerutu Calista yang menghabiskan hari minggu mereka di apartemen karena kemarin hujan salju sangat lebat.
“Iya Ta, ntar kalo gak hujan salju, kita jalan deh” Ucap Dena yang sedang membereskan bukunya
“Eh Den,Ta. Gue mau ke perpustakaan dulu ya?” Jenny menepuk pundak kedua temannya itu
“Ngapain?” tanya Dena
“Biasa cari-cari buku bacaan kayak dulu” Ujar Jenny sambil melangkah keluar kelas, dari dulu hingga sekarang sepertinya minat baca Jenny tidak menurun sama sekali.
“Ntar mau kita bawain makanan gak?” Tanya Calista
“Gak usah deh kayaknya” Jenny melambaikan tangannya dan berlari kecil menuju perpustakaan.
Masih pukul 11:00 am, Jenny menelusuri rak-rak buku yang tertata rapi di dalam perpustakaan. Ia membaca judul bbuku sambil mencari buku yang menarik hatinya. Tak lama ia menyusuru rak buku manajemen bisnis.
“Kebetulan nih” gumamnya sambil mendongakkan kepalanya mencari sebuah buku yang mungkin bisa membantunya memahami materi kuliahnya.
“Eh ada nih” Jenny melompat kecik ingin meraih buku yang ingin dibacanya, namun masih tak sampai jari-jari nya berusaha menggapai buku itu. Jenny berusaha melompat agar dapat mengambil buku itu, tapi sebuah tangan telah mengambil buku tersebut sebelum Jenny mendarat ke lantai.
“Aduuh” Gumam sebuah suara
“Eh.. “ Jenny mencoba membalikkan badannya dengan ekspresi kesal karena bukunya telah di ambil.
“Nih, Lu mau ngambil buku ini kan? Materi dari pak Paul tadi” Ujar Haris yang memberikan buku ke Dena
“Kok Lu?”
“Makanya jangan kecil amat tuh badan, kayak Kurcaci aja” Haris meletakkan sikunya di atas kepala Jenny. Yang sontak membuat Jenny kesal.
“Iiih apaan sih, Lu tuh ketinggian jadi orang. Pohon Lu makan” Gerutu Jenny sambil menghantamkan kakinya ke kaki Haris
“Aduuh, gila ya nih cewek” Haris mengerang kesakitan dan Jenny berjalan santai didepannya lalu membalikkan badan dan tersenyum.
“Eh by the way, makasih ya jangkung” kata Jenny lalu mengambil langkah seribu mencari tempat duduk untuk ia menikmati buku bacaannya.
Haris masih mengelus kaki nya dan mencari kantin dekat perpustakaan, ia merasa sangat dingin dan membutuhkan kopi. Yang sekarang kebetulan antrian kopi sedang ramai. Butuh waktu setengah jam agar Haris sampai di antrian pertama.
“I want to order hm… “ Haris mencermati berbagai macam rasa kopi yang tertera di sana.
“Coffee Creamy” Ucap Haris setelah memilih rasa kopi nya
“How much sir?”
“Two” Haris menunjukkan jarinya mengisyaratkan angka dua.
Haris memegang dua cangkir kopi yang ditutup rapat, mengepulkan sedikit asar di celah-celah tutupnya. Matanya mencoba mencari seseorang dan seperti mendapatkan lotre, ia berlari kecil untuk mendekati sebuah meja yang ada di dekat jendela.
Suara meja dan cangkir kopi terdengar menghasilkan sebuah ekspresi yang lucu menurut Haris. Jenny menatap secangkir kopi di depan mata nya dan secangkir kopi di tangan seorang lelaki bertubuh tegap dan tinggi dihiasi hidung mancungnya. Guratan dahi nya menandakan sebuah pertanyaan yang siap untuk dilontarkannya
“apaan nih?” Tanya Jenny
“Kopi” Jawab Haris tepat namun tidak sesuai keinginan Jenny
“Maksud gue, apaan maksud nya? Kok Lu ngasih gue kopi?” Tanya Jenny heran
“Gak usah ge-er, gue ngerasa dingin aja. Jadi gue pikir lu juga butuh hangatnya kopi” Ucap Haris sambil mnyeruput kopinya dan sesekali menggesekan kedua telapak tangannya.
“Ih siapa juga yang ge-er” Jenny mengambil secangkir kopi yang ada di depannya, namun Haris cepat-cepat menarik tangan Jenny.
“Apaan lagi sih ris?” Jenny mulai kesal namun suaranya rendah karena dia berada di perpustakaan.
“Lu gak mau minta maaf nii?” Haris menunjuk ke kedua kaki nya.
“Oh jadi maksud lu ngasih kopi, bbiar gue minta maaf gitu?” Ucap Jenny
“Gak juga sih” Haris membalikkan badannya sambil sedikit memijat-mijat kakinya
“Tapi seenggaknya lu harus tau nih kesalahan lu tadi, badan udah kecil ternyata otaknya kecil juga ya” Haris yang tak sadar kalau Jenny sudah membereskan buku nya dan saat Haris menoleh ke kursi Jenny, Jenny sudah siap dengan buku di tangannya.
“Makasih nih, makasih.. maaf yaa maaf banget” Jenny menjatuhkan buku ke kepala Haris berkali-kali sampai Haris harus melindungi kepalanya dengan lengannya.
“Eh Jen, apaan sih” Tak lama setelah memukuli Haris dengan buku, Jenny langsung berlari kecil sambil tertawa melihat Haris yang baru saja ingin berdiri dari kursinya.
“Byeeeee” Jenny melambaikan tangannya dengan tawa puas.
“Tuh cewek beneran gila kali ya” gumam Haris sambil menyandang tasnya yang siap untuk mengejar Jenny.
Tapi ia sudah tertinggal, Tubuh Jenny yang kecillah yang membantunya cepat menghindar dari kejaran Haris. Kini Haris hanya menghembuskan nafas panjang sambil menggerutu.
Tak jauh dari perpustakaan ada Dena yang sedang asyik mengobrol dengan teman barunya, bule Australia. Dena yang mudah membaur dengan orang disekelilingnya terlihat antusias saat mengobrol dengan cowok bule tersebut.
“Ngapain Jen? Ngos-ngosan gitu?” tanya Dena
“Abis dikejer monster” Jenny tertawa sambil menstabilkan nafasnya
“Whats wrong?” tanya seorang cowok bule yang ada di samping Dena
“Oh, nothing. She’s just want to run”
“Siapa nih?” Tanya Jenny
“Ehm,, Chris, this is Jenny. My bestfriend” Ucap Dena saat memperkenalkan Jenny kepada Chis
“Hello, Jenny” Jenny melambaikan tangannya
“Hello, iam Chris. Nice to meet you”
“Nice to meet you too”
“Den, gue cabut dulu ya, laper nih” Ucap Jenny sambil pergi meninggalkan Dena dan Chris.
Jenny memasuki area kantin, ia mulai membeli sebuah paket nasi lengkap dengan lauk pauknya. Setelah beres mengambil pesanannya Jenny mencari tempat untuk menikmati makanannya. Ia tak pernah merasa selelah ini.
“Disitu aja” Bisik sebuah suara yang mengagetkan Jenny
“Haris?!?! Udah deh ampun gue beneran” Ucap Jenny sambil menoleh ke arah Haris
“Lu sih pake kabur-kabur segala. Gih makan” Ajak Haris sambil membawa makanannya.
Jenny dan Haris menikmati makan siang mereka dengan lahap, sepertinya mereka benar-benar kelaparan karena habis menguras tenaga untuk berlari. Kali ini Jenny tidak merasa canggung lagi dengan Haris yang mungkin bisa ia ajak berteman, tapi Haris adalah teman yang menyebalkan menurut Jenny.
“Mau kemana Jen?” tanya Haris
“Ya pulang lah, masa’ mau ngampus lagi” Ucap Jenny cuek
“Ya udah sono gih pulang sana pulaaaang” Haris mendorong Jenny seperti gerakan mengusir
“Iya gue pulang nih pulang” Jenny pun berjalan menuju apartemannya.
Di sepanjang perjalanan pulang, Jenny merasa aneh. Sepertinya ada seseorang yang mengikutinya, tapi ia tak berani menoleh kebelakang. Saat Jenny ingin menyebrang, ia memberanikan untuk menoleh, tapi sosok yang ia pikir mengikutinya itu hilang. Jenny bertanya-tanya mungkinkan ada seorang penguntit di area sekitar sini???

Tunggu kelanjutannya besok J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar