Tidak
semua orang yang sibuk bekerja akan mudah melupakan orang yang sedang ia
pikirkan, Erika sibuk berkutat dengan laptop dan laporan keuangan yang harus ia
selesaikan sore ini juga. Erika memang terlihat sibuk, namun ia masih saja memikirkan
hal lain di dalam otak nya. Sebuah hal yang sulit untuk ia lupakan selama enam
tahun ini, banyak orang yang tidak akan mempercayai cerita Erika, maka dari itu
ia menyimpannya diam-diam dan hanya ada beberapa sahabatnya saja yang
mengetahui hal itu.
Jakarta
begitu ramai dan ricuh, namun Erika tetap bersama keheningan malam yang
membuatnya nyaman untuk berada disini. Dia merasa lebih baik berada di sebuah
ruangan yang sepi dan menghabiskan waktunya di sana bersama pikiran dan
kenangan nya, tak lupa ditemani beberapa cemilan yang mempu membuat perutnya
terasa kenyang.
Setelah
larut malam, Erika mulai merebahkan tubuhnya dan mencoba untuk membuka sebuah e-mail
miliknya. E-mail yang dulu sering dia gunakan untuk berkomunikasi dengan
seseorang yang sampai saat ini belum bias dilupakan oleh hati dan pikirannya.
“Lo
nggak mau pulang nih?” suara parau Tiwi mengagetkan lamunan Erika. Kedua nya
hanya terdiam saling tatap tanpa jawaban, sampai Tiwi membuka mulutnya kembali
“Gue mau beres-beres meja gue dulu ya.” Tiwi kembali menghilang dari balik
pintu. Biasa nya Tiwi dan Erika adalah karyawan yang pulang terakhir kali
setiap ada laporan keuangan di akhir bulan. Tak lama dari menghilangnya Tiwi,
Erika mulai kembali kea lam sadar nya dan segera berkemas.
“Eh
Wi, Lo naik apa?” Tanya Erika sambil menenteng tas laptop miliknya
“Gue
mau naik Ube raja, ini baru mau pesen.” Tiwi merogoh sakunya dan segera membuka
aplikasi Uber.
“Gue
, eh gue ikut juga ya. Sampe McD aja.” Ujar Erika menerka-nerka tujuannya.
“Yaudah,
ikut aja. Yang penting bayar.” Tiwi menyeringai jahat.
“Gilaak
lo, masih aja perhitungan. Hahaha.” Tawa mereka pecah seketika.
Driver
Uber yang mereka pesan pun sudah dating dan siap membukakan pintu untuk mereka,
dengan senyum lebar sambil mengucapkan kata-kata pengantar seperti biasanya.
“Selamat
malam mbak, ini tujuan kita ke mana ya?” Tanya sang driver untuk memastikan
tujuan mereka. Erika masih sibuk dengan ponselnya, dan Tiwi yang menjawab
pertanyaan driver tersebut dengan cepat sambil menggeret Erika yang gila ponsel
saat itu.
Uber
yang mereka naiki melesat dengan lenggang di jalanan Jakarta yang ramai malam
itu, sudah larut malam namun masih terlihat ramai di tengah kota, ibu kota yang
satu ini jarang sekali tidur dengan damai. Tiwi mengamati jalanan dan menikmati
lampu-lampu jalan yang berkilauan menyambut perjalanan pulang mereka, setelah
hamper 30 menit mengitari jalan, akhirnya mereka sampai di depan McD sesuai
keinginan Erika.
“Gue
cabut ya, lo hati-hati ka” Ujar Tiwi sambil melambaikan tangannya dan
menghilang ditelan jalanan malam. Kini Erika sendirian melangkah maju memasuki
McD dan segera mengantri untuk membeli beberapa camilan malam.
“Selamat
malam mbak, makan di sini atau bawa pulang?”
“Bawa
Pulang aja mbak.”
“Pesan
apa mbak?”
“Burger Chesee and Chicken nya mbak dua
ya.” Pinta Erika smabil emmbuka dompetnya, sang kasir pun menyebutkan nominal
yang harus dibayar oleh Erika.
Setelah
membawa makanan berat itu ke rumah, Erika memilih untuk membersihkan dirinya
terlebih dahulu kemudian melanjutkan pekerjaannya sambil memangsa burger yang
telah dia beli di McD tadi.
Alunan
instrument musik mengalun menemani malam panjangnya bersama laporan akhir
bulan. Erika telah menyelesaikan laporannya dan tertidur pulas di atas sofa
yang selalu menemaninya dikala lembur di rumah.
***
Setelah
satu hari lembur mengerjakan laporan akhir bulan, akhirnya Erika kembali bisa
merasakan hembusan nafasnya yang bebas. Dia segera menyebrangi jalan sore itu,
menuju McD di daerah Kemang, dan menunggu matahari tenggelam serta beberapa
fastfood yang sudah ia pesan. Malam itu Erika benar-benar menikmati
kebebasannya dari laporan dan tugas kantor yang selalu hadir dan tidak pernah
absen. Sampai akhirnya hujan turun dan orang-orang mulai mencari tempat
berteduh dan mengisi perut mereka yang kosong.
Erika
memilih tempat di pojokan dekat jendela luar, agar bisa memandang ke jalanan
Jakarta yang ramai itu. Mata Erika menangkap sesosok yang sepertinya dia kenal,
jantungnya berdetang dua kali lebih cepat, tangannya terasa dingin dan dada nya
terasa sesak. Hatinya mengenal seseorang yang ia lihat di luar jendela, dan
tatapan mata mereka bertemu tak sengaja. Tentu saja pria itu melambaikan
tangannya sambil tersenyum, Erika membalas senyumannya dan entah kenapa reflex
saja ia pindah ke meja luar, yang sebenarnya ia tahu hari itu sedang hujan.
“Hai
ka,” sapa pria itu
“Hai
Land.” Erika membetulkan kursi nya, dan mereka kini duduk berhadapan. Kini
dihadapannya ada Aland, seorang lelaki yang selama ini berhasil membuatnya
tidak bisa jatuh cinta pada siapapun selain Aland.
Dengan
sopan Aland menjabat tangan Erika sopan, Erika berharap hawa dingin di
tangannya menghilang sekarang juga, setidaknya Aland tidak harus mengetahui
bahwa dia gugup bertemu pria yang sudah menjadi cinta dalam diam nya selama kurang
lebih enam tahun ini.
“Lo
pulang kerja?” Tanya Erika basa-basi untuk menghilangkan groginya.
“Iya,
kebetulan dari kantor, dekat kemang. Terus rencana nya mau pulang, tapi
kepikiran mau beli fastfood dulu tadi.” Ujar Aland sambil mengeluarkan kotak rokoknya.
“Dan seperti inilah gue, yang runtuh
dihadapan lo, buat natap lo berlama-lama aja gue gak bisa. Dan lo dengan
santainya ngeluarin rokok dan nikmatin makanan lo di depan gue. Gue emang berharap ketemu lo, tapi gak dengan
keadaan yang kayak gini Land, gue mau kita ketemu dengan gue yang udah bebas
dari perasaan suka gue ke lo.” Kali ini Erika
membatin menikmati runtuh hatinya dan berada diantara dua rasa, senang dan
sedih karena telah dipertemukan dengan Aland hari ini.
Setiap
hembusan asap rokok yang keluar dari mulut Aland membuat Erika focus kembali
memandangi Aland, sampai-sampai ia tak sadar sudah berapa lama ia menatap Aland
yang sudah ia rindukan itu. Hanya bisa berkomunikasi via email di zaman mereka
SMA dulu benar-benar membuat hati Erika sakit. Erika hanya bisa mengamati Alan
dari akun media social nya saja, dan mungkin dari teman-temannya yang tak
sengaja menceritakan keadaan Aland sekarang.
“Eh,
udah lumayan reda dan udah habis juga makanan gue. Gue pamit dulu ya ka, di
habisin tuh makanan lo. Bye.” Aland pamit dan menuju mobilnya sambil
melemparkan senyumnya pada Erika yang masih bersama beberapa french-fries dan soda.
“Hati-hati
Land, makasih ya udah ngajak ngobrol.” Ucap Erika sambil melambaikan senyumnya.
Kembali
Erika menatap nanar mobil yang sudah melaju meninggalkannya malam itu, dia
begitu tau mobil dan nomor plat mobil yang Aland pakai, bahkan Erika tahu bahwa
Aland sudah menghabiskan dua batang rokok selama mereka bercerita tentang
pekerjaan mereka masing-masing. Sementara di depannya masih tersisa kentang dan
coke yang harus nya dia habiskan sedari tadi, namun kini rasa laparnya
menghilang dibawa Aland.
Untuk beberapa tahun yang lalu, kini akhirnya bisa berhadapan dengan orang
yang pernah ia harapkan akan tinggal dihatinya itu begitu sulit ia percaya.
Jantung nya belum kembali normal hingga kini, sulit untuk Erika bertahan pada
tahap bertatapan dan bertegursapa dengan Aland.
Kembali Erika membuka laptopnya dan membuka sebuah email yang membawa nya
ke waktu yang sangat lalu, sekitar enam atau tujuh tahun yang lalu, dimana ia
masih duduk di bangku SMA. Dimana Aland dan ia sempat membuat chemistry sebagai
sahabat dekat, dan tempat curhat. Dan yang terpenting adalah dimana Erika
benar-benar merasa patah dan harus bangkit dari cerita cinta nya.
“Ka, gue lagi suka
sama cewek nih, anak satu sekolah. Tebak deh!!!!”
Seolah membuat teka-teki yang harus Erika jawab dengan nama nya sendiri,
tapi ia mengalihkan pikiran itu dulu, karena ia tahu bahwa Aland mungkin hanya
menganggapnya teman biasa, tempat ia berbagi cerita dan tugas di masa SMA.
Sekali lagi Erika menarik nafas panjang saat melihat sebuah foto, ya disana
Aland berdiri sambil tersenyum mengacungkan jempol nya dengan snapback miliknya di tangan Erika dengan tawa yang
lebar. Namun foto itu hanyalah kenangan masa lampau, foto paling indah yang
Erika miliki bersama Aland.
Setiap Email dari waktu ke waktu isi nya berubah sampai pada suatu email
yang menggabarkan bahwa Aland akan menyatakan cinta nya sepulang sekolah dengan
gadis yang ia suka. Tentu saja saat itu Erika sudah mengetahui siapa sosok
gadis itu, seorang gadis yang tenar karena kegigihannya dalam berorganisasi dan
belajar.
“Wajar saja Aland
memilih Fira, karena gue bukan apa-apa dimata Aland. Hanya tempat bercerita dan
mungkin tempat ia meminta bantuan biar deket sama Fira.” Gumam Erika
mengingat masa itu.
Tapi Erika begitu menyesalkan satu hal, kenapa ia terlalu bodoh untuk
menyukai Aland hingga kini. Hingga mungkin semua rasa nya sudah terukir untuk
satu nama “ALAND” .
“Makasih buat
semua nya land, email dan chatyang dulu bener-bener bikin gue bisa baper. Cara
lo merhatiin gue, cara lo nurut sama gue disaat gue bener-bener butuh lo.
Dimana lo yang selalu ngertiin posisi gue. Dan sampai lo yang memilih
menghilang dari gue disaat lo udah punya Fira. Maaf gue hapus semua History
yang ada. Semoga ngelupain rasa yang ga berbalas ini bakal dibantu sama waktu
dan orang yang tepat.”
Erika kembali menutup laptop nya dan merebahkan tubuhnya, ia hanya
membiarkan khayalan-khayalan nya menari di atas kepala nya. Tentang ia dan
Aland, tentang ia yang mengharapkan Aland suatu hari bisa benar-benar melihat
nya.