Senin, 18 September 2017

an email from time

Tidak semua orang yang sibuk bekerja akan mudah melupakan orang yang sedang ia pikirkan, Erika sibuk berkutat dengan laptop dan laporan keuangan yang harus ia selesaikan sore ini juga. Erika memang terlihat sibuk, namun ia masih saja memikirkan hal lain di dalam otak nya. Sebuah hal yang sulit untuk ia lupakan selama enam tahun ini, banyak orang yang tidak akan mempercayai cerita Erika, maka dari itu ia menyimpannya diam-diam dan hanya ada beberapa sahabatnya saja yang mengetahui hal itu.
Jakarta begitu ramai dan ricuh, namun Erika tetap bersama keheningan malam yang membuatnya nyaman untuk berada disini. Dia merasa lebih baik berada di sebuah ruangan yang sepi dan menghabiskan waktunya di sana bersama pikiran dan kenangan nya, tak lupa ditemani beberapa cemilan yang mempu membuat perutnya terasa kenyang.
Setelah larut malam, Erika mulai merebahkan tubuhnya dan mencoba untuk membuka sebuah e-mail­ miliknya. E-mail yang dulu sering dia gunakan untuk berkomunikasi dengan seseorang yang sampai saat ini belum bias dilupakan oleh hati dan pikirannya.
“Lo nggak mau pulang nih?” suara parau Tiwi mengagetkan lamunan Erika. Kedua nya hanya terdiam saling tatap tanpa jawaban, sampai Tiwi membuka mulutnya kembali “Gue mau beres-beres meja gue dulu ya.” Tiwi kembali menghilang dari balik pintu. Biasa nya Tiwi dan Erika adalah karyawan yang pulang terakhir kali setiap ada laporan keuangan di akhir bulan. Tak lama dari menghilangnya Tiwi, Erika mulai kembali kea lam sadar nya dan segera berkemas.
“Eh Wi, Lo naik apa?” Tanya Erika sambil menenteng tas laptop miliknya
“Gue mau naik Ube raja, ini baru mau pesen.” Tiwi merogoh sakunya dan segera membuka aplikasi Uber.
“Gue , eh gue ikut juga ya. Sampe McD aja.” Ujar Erika menerka-nerka tujuannya.
“Yaudah, ikut aja. Yang penting bayar.” Tiwi menyeringai jahat.
“Gilaak lo, masih aja perhitungan. Hahaha.” Tawa mereka pecah seketika.
Driver Uber yang mereka pesan pun sudah dating dan siap membukakan pintu untuk mereka, dengan senyum lebar sambil mengucapkan kata-kata pengantar seperti biasanya.
“Selamat malam mbak, ini tujuan kita ke mana ya?” Tanya sang driver untuk memastikan tujuan mereka. Erika masih sibuk dengan ponselnya, dan Tiwi yang menjawab pertanyaan driver tersebut dengan cepat sambil menggeret Erika yang gila ponsel saat itu.
Uber yang mereka naiki melesat dengan lenggang di jalanan Jakarta yang ramai malam itu, sudah larut malam namun masih terlihat ramai di tengah kota, ibu kota yang satu ini jarang sekali tidur dengan damai. Tiwi mengamati jalanan dan menikmati lampu-lampu jalan yang berkilauan menyambut perjalanan pulang mereka, setelah hamper 30 menit mengitari jalan, akhirnya mereka sampai di depan McD sesuai keinginan Erika.
“Gue cabut ya, lo hati-hati ka” Ujar Tiwi sambil melambaikan tangannya dan menghilang ditelan jalanan malam. Kini Erika sendirian melangkah maju memasuki McD dan segera mengantri untuk membeli beberapa camilan malam.
“Selamat malam mbak, makan di sini atau bawa pulang?”
“Bawa Pulang aja mbak.”
“Pesan apa mbak?”
“Burger Chesee and Chicken nya mbak dua ya.” Pinta Erika smabil emmbuka dompetnya, sang kasir pun menyebutkan nominal yang harus dibayar oleh Erika.
Setelah membawa makanan berat itu ke rumah, Erika memilih untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu kemudian melanjutkan pekerjaannya sambil memangsa burger yang telah dia beli di McD tadi.
Alunan instrument musik mengalun menemani malam panjangnya bersama laporan akhir bulan. Erika telah menyelesaikan laporannya dan tertidur pulas di atas sofa yang selalu menemaninya dikala lembur di rumah.

***
Setelah satu hari lembur mengerjakan laporan akhir bulan, akhirnya Erika kembali bisa merasakan hembusan nafasnya yang bebas. Dia segera menyebrangi jalan sore itu, menuju McD di daerah Kemang, dan menunggu matahari tenggelam serta beberapa fastfood yang sudah ia pesan. Malam itu Erika benar-benar menikmati kebebasannya dari laporan dan tugas kantor yang selalu hadir dan tidak pernah absen. Sampai akhirnya hujan turun dan orang-orang mulai mencari tempat berteduh dan mengisi perut mereka yang kosong.
Erika memilih tempat di pojokan dekat jendela luar, agar bisa memandang ke jalanan Jakarta yang ramai itu. Mata Erika menangkap sesosok yang sepertinya dia kenal, jantungnya berdetang dua kali lebih cepat, tangannya terasa dingin dan dada nya terasa sesak. Hatinya mengenal seseorang yang ia lihat di luar jendela, dan tatapan mata mereka bertemu tak sengaja. Tentu saja pria itu melambaikan tangannya sambil tersenyum, Erika membalas senyumannya dan entah kenapa reflex saja ia pindah ke meja luar, yang sebenarnya ia tahu hari itu sedang hujan.
“Hai ka,” sapa pria itu
“Hai Land.” Erika membetulkan kursi nya, dan mereka kini duduk berhadapan. Kini dihadapannya ada Aland, seorang lelaki yang selama ini berhasil membuatnya tidak bisa jatuh cinta pada siapapun selain Aland.
Dengan sopan Aland menjabat tangan Erika sopan, Erika berharap hawa dingin di tangannya menghilang sekarang juga, setidaknya Aland tidak harus mengetahui bahwa dia gugup bertemu pria yang sudah menjadi cinta dalam diam nya selama kurang lebih enam tahun ini.
“Lo pulang kerja?” Tanya Erika basa-basi untuk menghilangkan groginya.
“Iya, kebetulan dari kantor, dekat kemang. Terus rencana nya mau pulang, tapi kepikiran mau beli fastfood dulu tadi.” Ujar Aland sambil mengeluarkan kotak rokoknya.
“Dan seperti inilah gue, yang runtuh dihadapan lo, buat natap lo berlama-lama aja gue gak bisa. Dan lo dengan santainya ngeluarin rokok dan nikmatin makanan lo di depan gue. Gue  emang berharap ketemu lo, tapi gak dengan keadaan yang kayak gini Land, gue mau kita ketemu dengan gue yang udah bebas dari perasaan suka gue ke lo.”  Kali ini Erika membatin menikmati runtuh hatinya dan berada diantara dua rasa, senang dan sedih karena telah dipertemukan dengan Aland hari ini.
Setiap hembusan asap rokok yang keluar dari mulut Aland membuat Erika focus kembali memandangi Aland, sampai-sampai ia tak sadar sudah berapa lama ia menatap Aland yang sudah ia rindukan itu. Hanya bisa berkomunikasi via email di zaman mereka SMA dulu benar-benar membuat hati Erika sakit. Erika hanya bisa mengamati Alan dari akun media social nya saja, dan mungkin dari teman-temannya yang tak sengaja menceritakan keadaan Aland sekarang.
“Eh, udah lumayan reda dan udah habis juga makanan gue. Gue pamit dulu ya ka, di habisin tuh makanan lo. Bye.” Aland pamit dan menuju mobilnya sambil melemparkan senyumnya pada Erika yang masih bersama beberapa french-fries dan soda.
“Hati-hati Land, makasih ya udah ngajak ngobrol.” Ucap Erika sambil melambaikan senyumnya.
Kembali Erika menatap nanar mobil yang sudah melaju meninggalkannya malam itu, dia begitu tau mobil dan nomor plat mobil yang Aland pakai, bahkan Erika tahu bahwa Aland sudah menghabiskan dua batang rokok selama mereka bercerita tentang pekerjaan mereka masing-masing. Sementara di depannya masih tersisa kentang dan coke yang harus nya dia habiskan sedari tadi, namun kini rasa laparnya menghilang dibawa Aland.

Untuk beberapa tahun yang lalu, kini akhirnya bisa berhadapan dengan orang yang pernah ia harapkan akan tinggal dihatinya itu begitu sulit ia percaya. Jantung nya belum kembali normal hingga kini, sulit untuk Erika bertahan pada tahap bertatapan dan bertegursapa dengan Aland.
Kembali Erika membuka laptopnya dan membuka sebuah email yang membawa nya ke waktu yang sangat lalu, sekitar enam atau tujuh tahun yang lalu, dimana ia masih duduk di bangku SMA. Dimana Aland dan ia sempat membuat chemistry sebagai sahabat dekat, dan tempat curhat. Dan yang terpenting adalah dimana Erika benar-benar merasa patah dan harus bangkit dari cerita cinta nya.
“Ka, gue lagi suka sama cewek nih, anak satu sekolah. Tebak deh!!!!”
Seolah membuat teka-teki yang harus Erika jawab dengan nama nya sendiri, tapi ia mengalihkan pikiran itu dulu, karena ia tahu bahwa Aland mungkin hanya menganggapnya teman biasa, tempat ia berbagi cerita dan tugas di masa SMA.

Sekali lagi Erika menarik nafas panjang saat melihat sebuah foto, ya disana Aland berdiri sambil tersenyum mengacungkan jempol nya dengan snapback  miliknya di tangan Erika dengan tawa yang lebar. Namun foto itu hanyalah kenangan masa lampau, foto paling indah yang Erika miliki bersama Aland.
Setiap Email dari waktu ke waktu isi nya berubah sampai pada suatu email yang menggabarkan bahwa Aland akan menyatakan cinta nya sepulang sekolah dengan gadis yang ia suka. Tentu saja saat itu Erika sudah mengetahui siapa sosok gadis itu, seorang gadis yang tenar karena kegigihannya dalam berorganisasi dan belajar.
“Wajar saja Aland memilih Fira, karena gue bukan apa-apa dimata Aland. Hanya tempat bercerita dan mungkin tempat ia meminta bantuan biar deket sama Fira.” Gumam Erika mengingat masa itu.
Tapi Erika begitu menyesalkan satu hal, kenapa ia terlalu bodoh untuk menyukai Aland hingga kini. Hingga mungkin semua rasa nya sudah terukir untuk satu nama “ALAND” .
“Makasih buat semua nya land, email dan chatyang dulu bener-bener bikin gue bisa baper. Cara lo merhatiin gue, cara lo nurut sama gue disaat gue bener-bener butuh lo. Dimana lo yang selalu ngertiin posisi gue. Dan sampai lo yang memilih menghilang dari gue disaat lo udah punya Fira. Maaf gue hapus semua History yang ada. Semoga ngelupain rasa yang ga berbalas ini bakal dibantu sama waktu dan orang yang tepat.”
Erika kembali menutup laptop nya dan merebahkan tubuhnya, ia hanya membiarkan khayalan-khayalan nya menari di atas kepala nya. Tentang ia dan Aland, tentang ia yang mengharapkan Aland suatu hari bisa benar-benar melihat nya.