Kamis, 31 Maret 2016

Kurcaci Cantik milik Indonesia part 3

Kurcaci cantik milik Indonesia part 3
Karya Ema Widiya
Day 07
Setelah menghabiskan waktu dua hari di kampus, akhirnya Jenny, Dena dan Calista merasakan libur dari berbahas inggris. Benar-benar melelahkan untuk lancar berbahasa inggis. Harus Jenny akui ia sebenarnya masih fasih berbahasa inggris.
“Jen, mau makan apa nih weekend?” tanya Dena yang mengetuk pintu kamarnya
“Eh kayaknya enak bikin omelet aja deh. Tapi gak ada sayurnya nih. Lu beli bahan makanan di sebrang deh Den” Jenny keluar dari kamar nya sambil menguncir rambut panjang nya
“Di sebrang? Ada apaan?” tanya Dena
“Ada rumah yang jual bahan makanan gitu, kalo diindonesia sih kayak warung” Jelas Jenny
“Eh gue mau juga dong omelet” Ucap Calista yang baru saja sudah mandi
“Whats wrong?” tanya May yang mungkin bingung dengan celotehan mereka
“We want to cooking some omelet . Do you want?” tanya Dena
“I want it, maybe hye mi love it too” Jawah May
“Ok, Gue belanja dulu ya” Dena segera mengambil baju hangat dan dompet nya
“May?” panggil Jenny
“Yap?”
“Do you want to Learning Indonesian Language?”
“Can you?” May sepertinya antusias
“Yess. I can, Let’s do it” Ajak Jenny sambil mengambil pulpen dan kertas di atas meja.
Sementara Jenny , May, Calista dan Hye Mi belajar bahasa Indonesia, Dena pergi ke sebuah rumah sederhana di sebrang apartemen mereka. Disana terdapat beberapa sayur dan buah segar yang di jual. Tapi Dena juga melihat sesosok cowok yang sepertinya ia kenal.

Sebelumnya di apartemen yang tak jauh dari tempat Dena,Jenny dan Calista tinggal.
“Bon, Gue laper tapi bahan makanan abis” Ucap Fadly sambil mengelus perutnya
“Eh jadi kita harus beli dulu toh?” Logat jawa dan ambonnya menjadi Satu
“Iya Bon, Lu aja yah yang beli. Kan Lu yang udah siap pergi tuh. Haris sama Ray masih mandi, gue lagi nunggu giliran mandi” Jelas Fadly
“Mau beli apa kita?” tanya Boni yang siap dengan catatan kecilnya
“Beli telor aja lah Bon, sekilo” 
“Dimana Toh?”
“Di sebrang apartemen depan Bon” Ucap Fadly sambil menunjukkan aparteman yang berada di sebrang kiri.
“Oke oke, aku pergi dulu ya Fad” Ucap Boni sambil mengambil jaket nya lalu pergi sesuai instruksi Fadly
Dena ingin menyebrangi jalan sambil mengamati seorang lelaki yang ia kenal itu. Sedikit Dena mendengar percakapan Boni dan sang penjual bahan makanan tersebut.
“May I help you?”
“Yess yess” Jawab Boni antusias
“What you want?” tanya sang penjual
“Do you know? This is ehmm this is and plung plung kukuruyuukk” Boni memperagakan bentuk bulat dengan jari nya, lalu membuat kedua sikunya terangkat seperti ayam yang mengepakkan sayap sambil berteriak “kukuruyuukk” ia mengulanginya sampai tiga kali, awalnya raut wajah sang penjual sangat bingung.
“Plung-plung kukuruyuk” Boni menghadap belakang saat mengatakan plung-plung , mungkin yang ia maksud adalah telur ayam yang dikeluarkan oleh sang ayam
“Oh this is?” tanya sang penjual sambil memperlihatkan sebuah telur
“Yess, You good .” Boni mengacungkan jempolnya dengan kakek penjual itu
“How much?” tanya sang kakek
“bagaimana banyak? Duh ini kakek mungkin mau tanya berapa banyak kali yah?” gumam Boni
“One, in this one one one and this one” Boni memperlihatkan jari telunjuknya mengisyaratkan angka 1, dan menunjuk timbangan lalu menunjuk angka satu.
Penjual tersebut bingung, ia menaruhkan satu buah telur di atas timbangan, namun sepertinya ia melihat ketidakpuasan dalam raut wajah Boni.
“May I help you sir?” tanya Dena yang masih terkikik mendengar pembicaraan mereka
“oh, maybe” jawab sang penjual ragu-ragu
“Bon lu mau berapa banyak?” tanya Dena
“Aku butuh sekilo mbakyu” kata Boni menggaruk-garuk kepalanya
“Sir, this guy buying a one kilograms egg” Jelas Dena yang membuat sang penjual manggut-manggut mengerti dan segera menimbang telur.
“Boni, telur itu bahasa inggris nya Egg” Dena menjelaskan kepada Boni
“Oh, egg toh. Aku lupa, inget nya umur age gitu” kata Boni polos
“Yaudah bayar sana” Dena meminta boni untuk memberikan uang satu dollar nya untuk membayar satu kilo telur
“Makasih ya Dena, aku tertolong ucap Boni sambil tersenyum lebar
“Iya sama-sama” Ucap Dena sambil memilih sayurang yang akan dia beli
Sambil berjalan, Boni merapalkan bahasa inggris telur yang membuat tawa Dena pecah mendengarnya.
“Egg, egg, egg, egg, eeg, eh egg ekek duh bingung toh huruf k apa g” Boni bergumam sambil berjalan
“Dasar tuh anak nekat banget belajar keluar negeri” Dena segera membayarkan belanjaannya dan kembali menyebrang ke apartemennya.
Di dalam terlihat Mayb sedang menggumamkan bahasa Indonesia yang baru saja ia pelajari dari Jenny dan Calista.
“Saya – mau-makan ha” May mengucapkannya dengan logat cinab dan sambil terbata-bata.
“Eh Den, udah pulang?” tanya Calista yang masih mengajari Hye Mi
“Belajar bahasa Indonesia nih?” Tanya Dena
“Iya Den, kasian juga mereka gak tau apa yang kita bahas” Ucap Jenny menyuguhkan kamus bahasa inggris-indonesia ke May dan Hye Mi
“Iya-kita-belajar Indonesia coba” Hye Mi mencoba memakai bahasa Indonesia dengan terbata-bata dan mungkin ia kira penempatannya sama dengan bahasa Inggris.
Sambil tertawa Jenny menyambar sekantong sayuran yang sudah di beli Dena dan mulai mengocok beberapa butir telur, mencuci sayuran dan memotongnya menjadi kecil. Omelet siap di masukkan ke wajan dan Jenny selalu bisa membuat Omelet yang enak.

Day 09
“Gilaaa, bosen banget ya. Pokoknya minggu depan kalau weekend kita mesti jalan-jalan” Gerutu Calista yang menghabiskan hari minggu mereka di apartemen karena kemarin hujan salju sangat lebat.
“Iya Ta, ntar kalo gak hujan salju, kita jalan deh” Ucap Dena yang sedang membereskan bukunya
“Eh Den,Ta. Gue mau ke perpustakaan dulu ya?” Jenny menepuk pundak kedua temannya itu
“Ngapain?” tanya Dena
“Biasa cari-cari buku bacaan kayak dulu” Ujar Jenny sambil melangkah keluar kelas, dari dulu hingga sekarang sepertinya minat baca Jenny tidak menurun sama sekali.
“Ntar mau kita bawain makanan gak?” Tanya Calista
“Gak usah deh kayaknya” Jenny melambaikan tangannya dan berlari kecil menuju perpustakaan.
Masih pukul 11:00 am, Jenny menelusuri rak-rak buku yang tertata rapi di dalam perpustakaan. Ia membaca judul bbuku sambil mencari buku yang menarik hatinya. Tak lama ia menyusuru rak buku manajemen bisnis.
“Kebetulan nih” gumamnya sambil mendongakkan kepalanya mencari sebuah buku yang mungkin bisa membantunya memahami materi kuliahnya.
“Eh ada nih” Jenny melompat kecik ingin meraih buku yang ingin dibacanya, namun masih tak sampai jari-jari nya berusaha menggapai buku itu. Jenny berusaha melompat agar dapat mengambil buku itu, tapi sebuah tangan telah mengambil buku tersebut sebelum Jenny mendarat ke lantai.
“Aduuh” Gumam sebuah suara
“Eh.. “ Jenny mencoba membalikkan badannya dengan ekspresi kesal karena bukunya telah di ambil.
“Nih, Lu mau ngambil buku ini kan? Materi dari pak Paul tadi” Ujar Haris yang memberikan buku ke Dena
“Kok Lu?”
“Makanya jangan kecil amat tuh badan, kayak Kurcaci aja” Haris meletakkan sikunya di atas kepala Jenny. Yang sontak membuat Jenny kesal.
“Iiih apaan sih, Lu tuh ketinggian jadi orang. Pohon Lu makan” Gerutu Jenny sambil menghantamkan kakinya ke kaki Haris
“Aduuh, gila ya nih cewek” Haris mengerang kesakitan dan Jenny berjalan santai didepannya lalu membalikkan badan dan tersenyum.
“Eh by the way, makasih ya jangkung” kata Jenny lalu mengambil langkah seribu mencari tempat duduk untuk ia menikmati buku bacaannya.
Haris masih mengelus kaki nya dan mencari kantin dekat perpustakaan, ia merasa sangat dingin dan membutuhkan kopi. Yang sekarang kebetulan antrian kopi sedang ramai. Butuh waktu setengah jam agar Haris sampai di antrian pertama.
“I want to order hm… “ Haris mencermati berbagai macam rasa kopi yang tertera di sana.
“Coffee Creamy” Ucap Haris setelah memilih rasa kopi nya
“How much sir?”
“Two” Haris menunjukkan jarinya mengisyaratkan angka dua.
Haris memegang dua cangkir kopi yang ditutup rapat, mengepulkan sedikit asar di celah-celah tutupnya. Matanya mencoba mencari seseorang dan seperti mendapatkan lotre, ia berlari kecil untuk mendekati sebuah meja yang ada di dekat jendela.
Suara meja dan cangkir kopi terdengar menghasilkan sebuah ekspresi yang lucu menurut Haris. Jenny menatap secangkir kopi di depan mata nya dan secangkir kopi di tangan seorang lelaki bertubuh tegap dan tinggi dihiasi hidung mancungnya. Guratan dahi nya menandakan sebuah pertanyaan yang siap untuk dilontarkannya
“apaan nih?” Tanya Jenny
“Kopi” Jawab Haris tepat namun tidak sesuai keinginan Jenny
“Maksud gue, apaan maksud nya? Kok Lu ngasih gue kopi?” Tanya Jenny heran
“Gak usah ge-er, gue ngerasa dingin aja. Jadi gue pikir lu juga butuh hangatnya kopi” Ucap Haris sambil mnyeruput kopinya dan sesekali menggesekan kedua telapak tangannya.
“Ih siapa juga yang ge-er” Jenny mengambil secangkir kopi yang ada di depannya, namun Haris cepat-cepat menarik tangan Jenny.
“Apaan lagi sih ris?” Jenny mulai kesal namun suaranya rendah karena dia berada di perpustakaan.
“Lu gak mau minta maaf nii?” Haris menunjuk ke kedua kaki nya.
“Oh jadi maksud lu ngasih kopi, bbiar gue minta maaf gitu?” Ucap Jenny
“Gak juga sih” Haris membalikkan badannya sambil sedikit memijat-mijat kakinya
“Tapi seenggaknya lu harus tau nih kesalahan lu tadi, badan udah kecil ternyata otaknya kecil juga ya” Haris yang tak sadar kalau Jenny sudah membereskan buku nya dan saat Haris menoleh ke kursi Jenny, Jenny sudah siap dengan buku di tangannya.
“Makasih nih, makasih.. maaf yaa maaf banget” Jenny menjatuhkan buku ke kepala Haris berkali-kali sampai Haris harus melindungi kepalanya dengan lengannya.
“Eh Jen, apaan sih” Tak lama setelah memukuli Haris dengan buku, Jenny langsung berlari kecil sambil tertawa melihat Haris yang baru saja ingin berdiri dari kursinya.
“Byeeeee” Jenny melambaikan tangannya dengan tawa puas.
“Tuh cewek beneran gila kali ya” gumam Haris sambil menyandang tasnya yang siap untuk mengejar Jenny.
Tapi ia sudah tertinggal, Tubuh Jenny yang kecillah yang membantunya cepat menghindar dari kejaran Haris. Kini Haris hanya menghembuskan nafas panjang sambil menggerutu.
Tak jauh dari perpustakaan ada Dena yang sedang asyik mengobrol dengan teman barunya, bule Australia. Dena yang mudah membaur dengan orang disekelilingnya terlihat antusias saat mengobrol dengan cowok bule tersebut.
“Ngapain Jen? Ngos-ngosan gitu?” tanya Dena
“Abis dikejer monster” Jenny tertawa sambil menstabilkan nafasnya
“Whats wrong?” tanya seorang cowok bule yang ada di samping Dena
“Oh, nothing. She’s just want to run”
“Siapa nih?” Tanya Jenny
“Ehm,, Chris, this is Jenny. My bestfriend” Ucap Dena saat memperkenalkan Jenny kepada Chis
“Hello, Jenny” Jenny melambaikan tangannya
“Hello, iam Chris. Nice to meet you”
“Nice to meet you too”
“Den, gue cabut dulu ya, laper nih” Ucap Jenny sambil pergi meninggalkan Dena dan Chris.
Jenny memasuki area kantin, ia mulai membeli sebuah paket nasi lengkap dengan lauk pauknya. Setelah beres mengambil pesanannya Jenny mencari tempat untuk menikmati makanannya. Ia tak pernah merasa selelah ini.
“Disitu aja” Bisik sebuah suara yang mengagetkan Jenny
“Haris?!?! Udah deh ampun gue beneran” Ucap Jenny sambil menoleh ke arah Haris
“Lu sih pake kabur-kabur segala. Gih makan” Ajak Haris sambil membawa makanannya.
Jenny dan Haris menikmati makan siang mereka dengan lahap, sepertinya mereka benar-benar kelaparan karena habis menguras tenaga untuk berlari. Kali ini Jenny tidak merasa canggung lagi dengan Haris yang mungkin bisa ia ajak berteman, tapi Haris adalah teman yang menyebalkan menurut Jenny.
“Mau kemana Jen?” tanya Haris
“Ya pulang lah, masa’ mau ngampus lagi” Ucap Jenny cuek
“Ya udah sono gih pulang sana pulaaaang” Haris mendorong Jenny seperti gerakan mengusir
“Iya gue pulang nih pulang” Jenny pun berjalan menuju apartemannya.
Di sepanjang perjalanan pulang, Jenny merasa aneh. Sepertinya ada seseorang yang mengikutinya, tapi ia tak berani menoleh kebelakang. Saat Jenny ingin menyebrang, ia memberanikan untuk menoleh, tapi sosok yang ia pikir mengikutinya itu hilang. Jenny bertanya-tanya mungkinkan ada seorang penguntit di area sekitar sini???

Tunggu kelanjutannya besok J

Rabu, 30 Maret 2016

Kurcaci Cantik Milik Indonesia part 2

Kurcaci cantik milik Indonesia part 2
karya Ema Widiya 


Australia
Day 01
Setelah sampai di sisi Bandara Tullamarine di Melbourne, rasanya Jenny ingin berteriak kegirangan. Euphoria yang Jenny rasakan sepertinya benar-benar lebih dari bayangannya. Ia turun dan segera mengambil koper nya ke bagian bagasi.
Dena, Calista dan Jenny kini berada di Australia, tempat dimana mereka akan tinggal sekarang. Hari ini adalah hari min 3 penutupan pendaftaran ulang universitas yang mereka tuju. Dena sudah menghubungi pamannya yang kebetulan pernah tinggal di Australia, dan Dena sudah mendapatkan taxi menuju apartement tempat mereka akan tinggal.
Cukup Dekat jarak apartement mereka dengan kampus, mungkin hanya berjarak 1Km jika ditempuh dengan jalan kaki. Dena cukup kaget saat pemilik apartemen memberitahukan kepada mereka bahwa dalam satu apartemen terdapat 5 kamar dan dua kamar mandi, jadi mereka mengharuskan mencari dua orang teman lagi untuk bisa menempati apartemen tersebut.
Di bagian depan tepatnya di lantai dasar tempat sang pemilik, sedang ramai turis yang ternyata juga berkuliah di Universitas yang sama dengan mereka. Beberapa ada orang China, Korea sampai Vietnam.
“Hello Mrs, I need a room for me. Can you help me?” Tanya seorang gadis berparas China ini.
“Oh,  did you want some room? We have two” Jawab Dena dengan sigap
“Okay thankyou Mrs…”
“Dena, My name is dena, and this is Jenny and Calista. Our roommates” Dena langsung memperkenalkan Jenny dan Calista yang sibuk menjaga koper
“Hello, My name is May Li Chang” tawa Jenny dan Calista hampir pecah seketika mendengar May menyebutkan nama nya
“Ok may, do you have any friend?” Tanya Dena
“hmm.. I think I have, she is Korean Girls” sambil mencari May mencolek seorang gadis dengan paras yang tak beda jauh darinya. Seorang cewek asal Korea dengan style nya selayaknya anggota girlband.
“Hello, My Name is Kang Hye Mi.” Ucapnya dengan logat korea
“Ok, udah full nih. Kita langsung aja yuk” ajak Dena
Jenny, Calista, Dena, May dan juga Hye Mi segera naik ke lantai dua untuk menempati apartemen mereka. Satu buah ruang tamu, satu buah dapur, dua buah kamar mandi dan lima buah kamar tidur sudah tertata rapi. Mereka hanya perlu merapikan pakaian mereka, bahkan televisi sebesar 21inch sudah siap di hidupkan di ruang tamu. Tiga kamar di sebelah kanan dan dua kamar disebelah kiri.
Kamar mereka bersebrangan dan di tengah-tengah ada ruang tamu dan tungku api penghangat badan terletak di deretan belakang kursi yang ada di ruang tamu. Ukuran yang lumayan untuk sebuah apartemen mahasiswa.
Sebuah kulkas sudah siap mereka pakai untuk menyimpan bekal makanan. Dua buah kompor gas dan satu buah lemari untuk menempatkan peralatan makan sudah siap disana. Ada wastafel dan juga tempat mencuci peralatan makan. Benar-benar seperti di rumah sendiri. Rapi dan nyaman rasa nya.
“Gue kamar satu” ucap Calista menyambar kunci kamar, diikuti Jenny dengan kamar 2, Dena kamar 3 dan May kar 4 lalu Hye Mi kamar 5.
“Oke, Have a good time girls.. lets make’s our private rooms” Ujar Jenny yang menarik kopernya masuk ke kamar diiringi suara pintu kamar yang lain.
Jenny mulai merapikan pakaiannya ke lemari, buku bacaan ia letakkan di atas meja belajar di dekat tas make up miliknya. Ia mulai merebahkan badannya di atas kasur sesaat setelah merapikan semua barang-barang miliknya.
“Akhirnya “ Gumamnya sambil menarik tangannya ke depan seakan pemanasan olahraga.
Jenny merogoh tas nya dan menemukan ponselnya, cepat ia membuka sebuah pesan dari adiknya yang menanyakan keadaannya.
“Dasar bocah, kadang ngeselin kadang ngangenin” ucapnya dalam hati
Jenny langsung membalas pesan adiknya itu, yang untungnya pesan tersebut dikirim via whatsapp. Biaya provider beda negara akan lebih mahal dibandingkan dengan biaya provider beda provinsi hahaha.

Australia
Day 02
H-2 untuk pendaftaran ulang, Jenny, Dena dan Calista pagi ini memilih untuk berjalan kaki menuju Universitas tempat mereka akan meneruskan pendidikan nya. Sambil membawa sebuah map dengan isi formulir pendaftaran ulang, Jenny terkagum dengan Kampus barunya ini. Suasana musim dingin seperti di film-film yang sering ia tonton. Jaket tebal, Syal dan sepatu yang ia pakai bahkan membuatnya tampak bahagia.
“Gue berasa main film barat nih” Ujar Jenny sambil memeluk map miliknya
“Jeeeen please deh, jangan bikin gue kegirangan juga” Ucap Dena yang sebenarnya sudah sering jalan-jalan ke luar negeri
“Dena, lu kan sering ke luar negeri kenapa ikutan girang ?” celetuk Calista sambil membenarkan syalnya
“Yaah beda Ta, sekarang kan sama kalian. Biasanya sama keluarga gue” Ucap Dena yang ikut-ikutan kegirangan
“Udah-udah, yuk masuk ke sana ikutan ngantri” Jenny menarik tangan kedua temannya itu dan segera ke tempat informasi untuk mengajukan pendaftaran ulang.
Antrian masih saja ramai, padahal sudah H-2 yang mungkin seharusnya lebih sepi pikir Jenny. Tapi ternyata antrian disini lebih rapi dibandingkan ya kalian pasti tahu lah. Hahaha
“Excusme.. duh ribet amat dah” kata seorang cowok yang numpang lewat
“Eh Indonesia tuh” Tunjuk Calista
“Mana-mana?” sembur Dena maju ke dekat Calista
“Yaah ilang deh cogan nya” Umpat Calista
“Lu telat” Sembur Dena sambil maju menuruti antrian
Akhirnya giliran Dena, Jenny dan Calista yang mengajukan berkas. Mereka menunjukkan bukti score macam-macam jenis TOEFL mereka. Menunjukkan ijazah dan Trnskip nilai S1 mereka dan juga memberikan fotokopi Visa dan Paspor.
Tak begitu lama untuk menyelesaikan pendaftaran ulang, mungkin hanya 15 menit saja bagi Dena, Jenny dan Calista untuk selesai dengan urusan mereka. Dan sekarang saatnya menjelajahi kampus tercinta.
Banyak sekali Turis yang merka lihat dari berbagai negara dan yang pasti calista sangat bahagia saat melihat para bule Australia mulai berkeliaran di jalan.
“Lu bayangin deh itu penjaga mini market gantengnya Masyaallah banget Jen, betah gue betah deh beneran Jen” Celoteh Calista saat mereka melewati mini market kampus
“Iya yah, ganteng tinggi gitu. Gak Malu juga kerja di mini market.” Jenny mengakui memang bule Australia disini ganteng kayak di tv-tv. Dan lebih mencengangkan mereka gak jaim sama pekerjaan mereka.
“Lu bakalan lebih meleleh kalau liat cowok-cowok  bule ini di musim panas deh, oh my god badannya yang six pack girls. Gak kuat gue meleleh” Ucap Dena yang mulai mempengaruhi kami untuk melihat cowok bule.
“Gue harus tahan godaan Bule” Ucap Calista sambil memegangi tangan Dena dan Jenny yang sontak menbuat keduanya tertawa lepas

Day 04
Setelah uring-uringan di kamar dan melakukan aktivitas merehatkan diri, Jenny, Dena dan Calista hari ini harus memulai perkuliahan mereka. Jika hari sehari sebelumnya mereka sibuk memperkenalkan diri dengan tetangga apartemen mereka yang ternyata ada satu keluarga aseli Indonesia dan juga banyak pelajar yang ternyata satu jurusan dengan mereka. Berbeda dengan May dan Hye Mi, mereka berdua sama-sama berada di bidang seni. Hye Mi yang mengambil jurusan Perfilman dan May mengambil Jurisan seni Lukis.
“Hye Mi, May I help you??” Tanya Jenny yang melihat Hye Mi sedikit kesulitan menutup pintu kamarnya
“Yess Please” Ucap nya sambil menarik pintu kamarnya
“Duh keset nih pintu, kayaknya perlu di tarik agak kuat deh” Gumam nya
“Whats wrong Jenn?” tanya Hye Mi bingung melihat Jenni
“Oh no problem Hye Mi, its done” Jenny menutup pintu kamar Hye Mi dan memberikan kuncinya.
Masing-masing orang memegang satu buah kunci pintu utama apartemen mereka. Jadi mereka tidak perlu ribet untuk menitipkan kunci di receptsionis.
Pagi ini Jenny mengenakan Jaket merah dengan syal berwarna abu-abu dan diikuti sneaker nike miliknya, ransel berukuran sedang yang berisi buku dan juga alat tulis kini bertengger di belakang punggungnya.
Jenny segera menyergap kedua temannya yang sedang merapikan buku milik mereka di meja. Dan saling melirik mengisyaratkan “Duduk sini gih”
“Eh gugup gak?” tanya Jenny
“Banget” Jawab Calista sambil meniupi telapak tangannya
“Duh kayaknya rame deh mahasiswa nya”Celetuk Jenny
“Pasti lah Jen, secara Internasional” Bisik Dena
Mereka sibuk melirik kesana-kemari memperhatikan berbagai macam Ras yang ada di ruangan kelas ini. Ada Jerman, Belanda, China, Australia,Indonesia, Korea, Jepang, bahkan Jawa-Ambon?????  Mata Dena, Jenny dan Calista terbelalak setelah melihat sesosok lelaki bertubuh besar ras ambon dengan logat jawa. Lucu saat ia berbicara dengan logat jawa nya. Dena yang juga keturunan jawa sontak terkikik lucu mendengar logak toto jawa nya.
“Duh, Iki piye toh. Aku duduk dimana yo?” ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang mungkin tidak gatal.
“Eh mas, sini toh ada  kursi kosong” Dena melambaikan tangannya
“Sopo jeneng’e?” tanya Dena
“Aku Boni mbak, mbak sopo jeneng’e?” Tanya Boni
“Aku Dena, iki dua neng gelis Jenny sama Calista” Dena menunjuk Jenny dan Calista dengan ibujari miliknya
“Eh mbak gelis pisan euy” Ucapnya yang membuat Jenny dan Calista tertawa kecil
“Mbak, disini aku punya temen lho tiga orang lagi dari Indonesia” ucap Boni yang mudah akrab dengan orang.
“Mana orangnya?” tanya Jenny membaur
“Mana toh ya.. eeh itu lho si jangkung sama dua temennya” tunjuk Boni yang membuat Jenny sontak kaget.
Jenny mungkin memang tak mengenal dua cowok ganteng yang berada di dekat si jangkung,tapi Jenny kenal siapa si Jangkung itu. Haris , cowok yang ia kenal di dalam pesawat yang menjadi olokan Calista dan Dena.
“Ris, Haris sini toh” Boni melambaikan tangannya
“Eh Bon, udah dapet cewek cakep aja” ujar Haris
“Eh neng gelis, iki temenku lho ini Haris, Fadly sama Ray” ketiga lelaki berwajah tampan itu menyunggingkan senyuman mereka
Diantara mereka berempat memang Haris yang paling menonjol, dengan hidung mancung dan kulit sawo matang nya itu. Indonesia-arab banget kayak kaya Dena dan Calista yang kali ini muncul di benak Jenny.
Tidak seperti yang diharapkan Calista, hari pertama mereka sudah mempelajari satu materi dari dua mata kuliah hari ini. Membuat Calista malas mendengarkan celotehan sang dosen dengan aksen inggrisnya.
“Any Question?” penutupan di akhir penjelasan materi, ada-ada saja yang pasti bertanya membuat Fadly dan Ray mengantuk sehingga mereka menguap bersamaan.
“Ok, thank you for attention. Good afternoon”sang dosen akhirnya keluar kelas dengan membawa buku dan laptop miliknya, Calista tak kuat menahan rasa bosannya segera menyambar dua sahabatnya.
“Makan yuuk?” ajak Calista
“Kemana nih?” tanya Jenny
“Eh McD aja” ajak Fadly
“Ris, gabung yuk?” ajak Ray yang begitu antusias
Haris hanya mengangguk diiringi dengan Boni yang berjalan di belakang mereka. Bisa dibilang mereka adalah turis dari Indonesia. Haris, Fadly, Ray, Boni, Dena,Calista dan Jenny sudah sampai di McD. Memilih tempat duduk yang nyaman, saat Jenny ingin pergi memesan, Ray mencegah Jenny dan menyuruhnya untuk tetap duduk.
“Bon, dari kemarin kita udah belanja. Sekarang giliran lu yang pesen?” ucap Ray santai
“Kalian mau yang mana?” tanya Boni
“Itu lho yg gede, gue laper banget” ucap Ray jahil
“Yang gadis mau makan apa?” tanya Boni sambil manggut-manggut
“Nanti aja, bareng gue mereka pesennya ucap Haris yang sudah tahu kejahilan Ray
Boni maju untuk memesan makanan yang disebutkan Ray, sontak saja Ray dan Fadli menyuruh Dena, Jenny dan Calista untuk memperhatikan Boni.
“May I help you sir?” tanya sang pelayan
“Yess, yess Iam” jawab Boni yang memang masih belajar bahasa inggris
“What Do you want?”
“Iam Want, that aaaa hmm that is – ehm.. bread, eh meat , tomato, cheese, bread, tomato meat cheese and bread again” ucap Boni yang membuat sang pelayan bingung dan membuat Ray tertawa diiringi Dena, Calista dan Jenny yang tak kuat menahan tawa mereka oleh gelagat Boni.
“Big Macc” Ucap Haris mengisyaratkan kepada pelayan
“Oh Big Macc? You want?”
“No, no Big Mac. But bread, eh meat , tomato, cheese, bread, tomato meat cheese and bread again” Boni mempraktekkan seakan tangannya adalah Roti.
“Yess, Three Big Macc” Haris menyahut di belakang Boni tak kuasa menahan tawanya dan kasihan melihat Boni yang sudah berusaha
“No Haris” Boni ingin protes
“This is Big Macc Sir” sang pelayan menunjuk gambar pesanan Ray yang Boni maksud
“Oh big mac, but that is bread?” Boni menggaruk kepalanya dan kembali ke kursinya dan selanjutnya Haris yang memesankan makanan.
Kali ini Jenny benar-benar terhibur oleh gelagat Boni, mereka menceritakan bagaimana beruntungnya Boni mendapat score IBT yang pas-pasan agar bisa ikut beasiswa ini dan masih banyak perbincangan mereka yang tidak akan dihabiskan hari ini saja.



Tunggu kelanjutannya besok J

Selasa, 29 Maret 2016

Kurcaci cantik milik Indonesia

Kurcaci cantik milik Indonesia
Karya Ema widiya :)

Jakarta
Cuaca di Jakarta kali ini sedang bersahabat, koper berisi pakaian, make up dan beberapa buku bacaan sudah siap di atas kasur. Tak lupa beberapa buah jaket tebal untuk menghadapi musim dingin di negeri orang kali ini. Perjalanan terjauh yang pernah ia lakukan, kali ini demi meneruskan pendidikannya di Melbourne.
“Jeeennnnn, sarapan dulu sebelum berangkat” Sebuah suara membuyarkan semua persiapan Jenny untuk ke Melbourne.
“Iya Ma, bentar, lagi checklist barang-barang nih” Sahut Jenny sambil merapikan kembali isi Kopernya.
“Yaudah, cepetan ke bawah ya” Ucap Mama nya
Segera setelah membereskan barang-barangnya, Jenny menarik kopernya untuk di bawa ke bawah agar mudah saat ia akan berangkat nanti. Dengan senyuman yang mengembang di wajahnya, Jenny tak sabar untuk menyambut negeri kangguru itu.
“Waaah anak Papa  bakalan jauh nih dari papa nanti” Ucap papa sambil membaca Koran hariannya.
“Ah papa bisa aja, doain dong anaknya ini biar cepet kelar ngejer S2 nya” Jenny mencomot roti gandum yang sudah di panggang oleh mamanya
“Papa sama Mama pasti bakalan doain kamu Jen” Ucap mama lembut sambil memberikan segelas susu hangat kesukaanku.
“Ma, jangan bikin aku gak tega ninggalin papa sama mama deh” Jenny memutar bola matanya sambil sedikit menghembuskan nafasnya.
“Kak, kalo ada cewek cakep bagi gue ya” Celetuk Gani yang masih kusut, sepertinya dia baru bangun dari tidurnya
“Kakak disana mau sekolah, bukan buat buka biro jodoh” Upat Jenny
“Yaelah kak, kan siapa tau ada anak SMA Melbourne yang mulus buat gue” Kali ini Gani sudah duduk di meja makan tanpa mencuci mukanya
“HEEEYYY Al Afgani Kaisar, cuci muka sana!! Bauk tauk!!” Jenny menjambak rambut adiknya yang berantakan itu.
“Awawawaw!! Sakit!! Iya kak iya, gue cuci muka ni” segera Gani menuju wastafel dan mencuci muka hingga menggosok giginya.
“Nah itu baru adik gue”
Gani Cuma mendengus kesal melihat kakak nya yang satu ini. Jenny Karenianisa adalah kakak satu-satunya bagi Gani. Jarak umur mereka yang cukup jauh membuat mereka sering beradu mulut. Jenny yang lahir 4 tahun lebih tua dibandingkan Gani sekarang akan meneruskan pendidikan S2 nya di salah satu universitas di Melbourne dengan modal beasiswa. Sedangkan Gani masih harus belajar untuk menghadapi Ujian Akhir Nasional nya di bangku SMA.
Setelah menghabiskan sarapannya, Jenny langsung mengambil ranselnya. Di periksanya isi tasnya.
“Visa, Paspor, Tiket, Dollar, Dokumen pendaftaran ulang… oke lengkap” Jenny menabsen barang yang sangat penting yang harus ia bawa ke Melbourne.
Dengan bermodalkan IBT , TOEFL dan TOIEC serta latar belakang studi yang membanggakan, kini Jenny bisa mengambil S2 jurusan Manajemen Bisnis di negeri orang. Dengan umurnya yang sekarang mungkin Jenny belum mau memikirkan hal-hal mengenai menantu buat kedua orang tua nya.
“Lagi pula, gue masih 22tahun, masih muda banget” Gumam Jenny sambil memasukkan barang bawakannya ke bagasi mobil.
Kedua orang tua nya sudah siap untuk mengantarnya ke bandara, jam masih menunjukkan pukul 07:00 WIB, masih terlalu pagi. Tapi keadaan Jakarta pasti sudah sangat ramai.
“Kak, udah mau berangkat nih?” tanya Gani yang masih acak-acakan
“Iya lah, ntar pasti macet. Dan pesawatnya gak mungkin delay kalo pagi Gan” Jelas Jenny sambil menutup bagasi mobil.
“Gue mandi bentar, bentaaaaaarrr aja” Gani segera berlari ke kamar mandi dan secepat kilat ia mengganti pakaiannya.
Rambutnya yang berantakan, dibiarkannya begitu saja. Namun kali ini dengan sedikit tambahan gel rambut, Kaos putih dengan lapisan kemeja berlengan dan juga jeans selutut menjadi style Gani selama ini. Diakhiri dengan sneakers yang ia banggakan.
“Kereeen, tapi sayangnya Lu mandi bebek” Gumam Jenny sambil mengacak rambut adiknya itu
“Tetep gue adalah cowok terganteng dan terkece kak” gani merapikan kembali rambutnya sambil duduk di depan kemudi.
“Siap nih semua?” Tanya Gani yang sudah menghidupkan mesin mobil.
“Siap dong” Ucap papanya santai sambil memasang sit belt di sebelahnya.
“Oke bos, tancaaaaappp!!!!” Gani mulai melajukan mobil ke jalan  raya diiringi dengan musik yang sedang mengalun.
Butuh waktu setengah Jam untuk sampai di bandara, dan sekarang Jenny harus mengikuti prosedur. Menukarkan kode pembelian tiketnya, lalu mulai memasukan barang ke bagian bagasi dan masuk ke area tunggu.
“Jennnnnyyyyyyyyy!!!!!” Teriak dua orang Gadis yang terlihat bahagia di tempat tunggu
“Dena!! Calistaaa!!!! Udah disini aja” Ucap Jenny sambil memeluk dua sahabatnya itu
“Eh tante om” Dena dan Calista sedikit menunduk sambil tersenyum ke kedua orang tua Jenny
“Iya nih, tadi mau sms sih, tapi kan kita udah tau bakal berangkat bareng” Ucap Dena yang masih kegirangan
“Kakak-kakak yang cantik, ntar bawain oleh-oleh ya” Sahut Gani sambil merangkul Dena dan Calista
“Enak aja, belajar yang rajin dulu sana” Celetuk Calista sambil menyikut Gani
“Yaelah kak, pelit amat hahaha” Gani manyun sambil tertawa lepas
“Iiih ganjen banget sih” Ucap Jenny sambil menarik tangan adiknya itu
“Apaan sih kak, cemburu nih liat adiknya akur sama sahabatnya?” Gani merangkul kakaknya sambil sedikit berjongkok.
“Kagaaaak” Ucap Jenny sambil mencibirkan lidahnya diiringi tawa kedua orang tua nya.
Tak lama menunggu, akhirnya panggilan yang ditujukan untuk penumpang ke negeri kangguru terdengar juga. Jenny, Dena dan Calista segera mengambil ransel dan Jaket mereka untuk memasuki pesawat. Tak lupa mereka memeluk orang tua masing-masing sebelum berangkat.
“Ma, pa doain ya” Ucap Jenny yang hampir saja meneteskan air mata
“Jen, pokoknya fokus belajar ya, biar cepet balik” Ucap mamanya sambil mengelus rambut Jenny
“Kak, oleh-oleh “ Bisik Gani yang selalu berhasil membuat Jenny kesal dan tak jadi menangis
“Sana, ngantrinya panjang lho” Ucap papa sambil memberikan pelukannya ke Jenny
“Aku pergi ya Ma, Pa, Dek. Assalammualaikum” Jenny berlari kecil mengejar Dena dan Calista yang sudah mengantri untuknya.
Kali ini sepertinya Jenny benar-benar kesal atau mungkin akan menangis, karena tempat duduk Dena dan Calista bersebelahan, tapi tempat duduk Jenny harus berbeda dua kursi dari kedua sahabatnya itu. Benar-benar hal yang tidak Jenny perhitungkan sebelum menukarkan tiket miliknya tadi. Sembari mencari tempat duduk, Jenny berusaha meminta bertukar kursi dengan Dena atau Calista. Tapi hasilnya nihil, kedua sahabatnya ini benar-benar berhasil membuatnya geram.
“Ntar kalo bapak-bapak gimana Jen? Kan males banget” Ucap Dena
“Terus gue diem aja? Ya bosen dong Jen” Ucap Calista yang emang suka ngobrol
“Jadi gak ada yang mau tukerannih?” Tanya Jenny sedikit memelas
“Gak!!” Jawab kedua sahabatnya serentak
“Gila, Lu berduaa bener-bener sahabat gue yang paaaaliiiing baik” bisik Jenny sambil sedikit menggeram
Dena dan Calista hanya tertawa kecil melihat reaksi Jenny yang sudah pasti bisa mereka tebak itu.  Sambil melihat boarding pass miliknya, Jenny tersenyum tipis telah menemukan tempat duduknya.
“Deket  jendela lumayan lah buat pengalihan biar gak ngobrol” Ucap Jenny dalam hati
Tak lama ia duduk di kursinya seseorang dengan postur tubuh yang tinggi dan mempunyai dada bidang serta bahu yang lebar mampu menutupi badan mungilnya ini.
“Ini orang makan apa ya?” Gumamnya sambil menatap lelaki yang berdiri di sampingnya memasukkan ransel ke kabin.
“Kenapa ya?” Jenny dikejutkan oleh pertanyaan dari cowok yang baru saja ia perhatikan.
“Eh anu, gak apa” Jenny langsung mengalihkan perhatian matanya ke luar jendela dan tak lama terdengar suara pramugari memperingatkan penumpang untuk memasang sabuk pengaman dan memberikanb peringatan bahwa mereka akan segera berangkat.
Seperti pramugari di pesawat lainnya, selalu ada petunjuk yang tidak berbeda jauh. Hanya saja kali ini peringatannya ada tambahan, yaitu perjalanan yang mereka tempuh di udara adalah selama tujuh jam. Dan itu membuat Jenny agak sedikit gugup, karena ia belum pernah berada di atas awan selama itu.
“Mau ke Australia buat traveling ya?” Sebuah sura membangunkan Jenny dari lamunannya
“Eh, Gue? “
“Iya lah, masa’ ibu-ibu sebelah” sambarnya sambil menunjuk seorang ibu-ibu yang sibuk membaca buku panduan
“Eh iya, eeh nggak ding. Maksud gue, gue gak traveling. Iya gitu” Jenny sedikit linglung, karena ia memang jarang ngobrol dengan orang yang tidak ia kenal
“Oh, terus ngapain?” Tanyanya lagi
“Nih orang kepo banget deh, gak usah ngajak gue ngobrol deh” Gumam Jenny
“Sekolah lagi” Jawab Jenny singkat
Tiba-tiba ponselnya bergetar, ada pesan masuk dari multichat miliknya, Dena dan Calista. Seperti yang sudah-sudah, Dena langsung mengirimi Jenny pesan.
“Asyik tuh duduk disebelah Arab ganteng”
“Gila Jen, Gue mau tuker kursi. Sueeerr”
Dua pesan dari Dena dan Calista yang hanya ia jawab dengan emoticon sinis miliknya membuat Dena dan Calista tertawa kecil
“Sekolah? S1? Atau S2?” Tanyanya lagi
“S2” Dan sekaranglah jurus Pura-pura tidur Jenny keluarkan agar tak banya pertanyaan.
Sekali lagi getaran dari ponselnya lebih ramai, sepertinya Dena dan Calista benar-benar ingin minta dipukul.
Dena : “ Jen, beneran nih tuh Arab maul u diemin?”
Calista : “ Ih iya nih Jenny kebiasaan males ngobrol”
Dena : “ Jen, gak usah pura-pura tidur kenapa?” :p
Calista :” Gila, jurus itu lagi Jen? Udah deh, sini tuker kursi ama gue”
“Gila nih anak” Gumam Jenny
Jenny melirik sebentar ke pemilik kursi disebelahnya, seorang lelaki yang mempunyai hidung mancung dan paras keturunan arab. Tau kan gimana paras cowok turki atau kearab-arab-an gitu. Ganteng sih, macho juga iya kelihatan dari body nya. Tapi Jenny emang gak bisa ngobrol banyak sama orang asing.
“Ambil nih “ Jenny menggetikkan sebuah pesan ke multichat mereka
Lelaki disebelahnya itu sontak melirik Jenny yang masih sibuk membaca beberapa pesan godaan dari sahabatnya itu. Membuat Jenny sedikit cekikikan.
“Jen, kenalan gih. Siapa tau cocok buat gue” Dena dan calista mengirim isi pesan yang sama
“Gila ya nih dua anak” Gumam Jenny
“Haris” Gumam Lelaki yang sedang mengamati ponsel milik Jenny itu
“Eh apa?!” Jenny sontak kaget
“Iya, nama gue Haris, Lu?”Jawab cowok yang bernama Haris itu
“Eh, Lu baca chattingan gue?” Jenny mengangkat sebelah alis miliknya
“Eh nggak kok, Cuma yang terakhir keliatan dikit” ucapnya ragu
“Oh” Jenny menghembuskan nafasnya lega
“Ngomong-ngomong, nama?” tanya Haris sembari menatap Jenny menunggu Jenny menyebutkan nama nya.
“Jenny Karenianisa, Lu ?” Jenny menyebutkan nama lengkapnya
“Haris Arthafami” Haris menyebutkan nama lengkapnya, kemudian hening seketika
“Jurusan apa Jen?” Belum sempat Jenny menjawab pertanyaan Haris ia langsung menepok jidatnya
“Ya ampun seharusnya ponsel gue harus Airplane mode” Gumamnya yang langsung mengganti mode ponselnya setelah ia mengirimi pesan yang memperingatkan kedua temannya untuk mengubah mode ponsel mereka.
“Eh kenapa Ris?” Tanya Jenny sesaat setelah memasukkan ponselnya ke ransel
“Baru inget kalo hanphone lu masih aktif sinyal?”
“Iya nih, sorry lupa. Gue suka teledor banget sih.” Gerutu Jenny sambil mengacak poni miliknya
“Hahaha Lucu juga”
“Eh?” Jenny menatap Haris dengan muka polos penuh tanya miliknya.
“Permisi Mas, Mbak kami menawarkan produk….” Dan blab la bla seperti biasa, Pramugari akan menawarkan beberapa produk sampai akhirnya pesawat bakalan turun dan member peringatan tetap memakai sabuk pengaman.
Dan sampailah gue di sisi Bandara Tullamarine di Melbourne. Euphoria yang Jenny rasakan sepertinya benar-benar lebih dari bayangannya. Ia turun dan segera mengambil koper nya ke bagian bagasi.
Dena., Calista dan Jenny kini berada di Australia, tempat dimana mereka akan tinggal sekarang. Hari ini adalah hari min 3 penutupan pendaftaran ulang universitas yang mereka tuju. Dena sudah menghubungi pamannya yang kebetulan pernah tinggal di Australia, dan Dena sudah mendapatkan taxi menuju apartement tempat mereka akan tinggal.
Bagaimana kelanjutan kehidupan Jenny,Dena dan Calista di negeri orang ini? Kelanjutannya ditunggu ya J

Rabu, 23 Maret 2016

Moving On?!?!?! (END)

Rian
“Gue kemarin nembak Rara” Gue membuka pembicaraan duluan
Udah ketebak gue, gimana ekspresi Natab sama K yang denger ucapan gue barusan. Mereka melongo dan saling pandang penuh tanda tanya.
“Serius? Terus Lu udah jadian sama Rara?” tanya Nata yang ternyata abis diPHPin
“Akhirnya ian, Lu bisa ngungkap juga sama Rara” Keira tersenyum dan mata nya kini hilang ditelan kantung matanya yang bengkak
“Iya K akhirnya gue berani, tapi sorry Nat. gue ditolak hahaha” Tawa gue pecah , ngebuat Nata dan K kaget plus heran sama sikap gue.
Akhirnya buat ngilangin tanda tanya besar yang terpampang nyata di sekitar wajah mereka, gue certain kronologi awal sampe akhirnya gue ditolak secara halus dan gue termotivasi buat terus ngejer  Rara. Disela-sela cerita gue K dan Nata mulai tertawa lepas karena mendengar gue yang gugup waktu mau nembak Rara. Gak lepas dari hujatan-hujatan Nata yang bikin gue rada geram juga sama mulutnya yang ceplos ini, tapi lucu juga sih. Nata bilang gue ini cowok gede berhati lembut.
“Lu itu ya ian, badan gede yah tapi hati lu hellokitty abis. Lembut “ Ucap Nata sembari menghisap Frappucinno miliknya
“Tapi hebat juga Lu ian, dijadiin motivasi buat ngejer Rara dan buat lu bangkit biar bisa sama Rara. Gue salut.” K yang mungkin lebih bijak bener-bener buat gue malu karena pujiannya.
“Iya K, buat gue nih. Kata-kata Rara kemarin itu adalah harapan dia ke gue, biar gue bisa lebih baik dan gue bisa nunjukkin ke dia kalo gue gak mau main-main sama dia.” Jelas gue sambil tersenyum lebar kayak Mario teguh abis ngisi acaranya Golden ways.
“Pokonya gue juga salut dah sama lu ian, lu gak PHPin Rara selama lu deket sama dia” Celetuk Nata yang masih sibuk memotret minumannya.


“hahaha jangan curcol lagi deh Nat, cukup dimobil tadi aja Lu curcol panjang lebar masalah Putra. Salut jug ague sama lu yang bisa tabah diPHPin” celetuk gue yang sengaja bikin Nata mandang sinis ke Gue dan siap gue menerima pukulan nya di lengan gue.
“Anjaaay!! Lu nyindir nih, gilaaak berani Lu ama gue” Nata tertawa puas setelah memukul lengan gue yang kelebihan otot ini.
“Terus K, Lu gimana? Bisa kan baik-baik aja?” Pandangan gue dan Nata terfokus ke Keira yang masih sibuk memandang ponselnya.
Hening beberapa menit diantara kami bertiga sebelum Tangis K pecah di hadapan kami, Nata yang berada di posisi siap mendekap K, merangkulnya dan memeluknya. Gue Cuma bisa mengusap kepala K dengan lembut, gue gak tega kalo liat cewek nangis.

Nata
“Artis mana mbak?” Goda gue sewaktu K membuka pintu dan sontak gue geli ngeliat K dengan tampilan kacamata dan maskernya.
“Abis begadang Lu?” tanya Rian heran
“Apaan sih, yang penting gue tetep cantik” K menggeram kecil sambil melepas kacamatanya
“Lu yakin mau ke kampus kayak gitu?” tanya Rian sedikit iba kayaknya
“Kenapa ian?” tanya K bingung
“Bolos yuk?” kan belum masa-masa ujian juga” celetuk Gue yang emang lagi gak mood kuliah
“Boleh juga” sahut K yang kayaknya bener-bener gak ada niat kuliah hari ini
“Eh, serius mau bolos?” tanya Rian spontan
“Iya Rian” gue dan K langsung narik Rian ke mobil. Rian Cuma pasrah jadi supir dua cewek cantik ini.
 “Kemana nih enaknya?” tanya K
“Kemana Nat?” Rian ikutan nanya
“Starbucks?”biar nongki-nongki gawl gitu” gelagat gue yang udah kayak anak gaul jaman sekarang
“Oke, Starbuck yang dimana nih?” tanya Rian yang siap menginjak pedal gas nya.
“Yang agak jauhan ian, Starbuck di senayan” sahut Gue sambil melihat jam yang baru menunjukkan pukul 08:13 WIB.
Kami yang bolos hari ini pun melaju kearah senayan , diperjalanan yang lumayan lancer kali ini, gue nyeletuk membuka suasana diiringi lagu Heartache miliknya One Ok Rock.
“Putra udah punya pacar” ucap gue lirih
“Putra yang dulu ngedeketin l uterus tiba-tiba hilang itu Nat?” Tanya Rian dengan lengkap
“Iya ian, kita 3 bulan yang lalu sama-sama kehilangan kontak, karena handphone gue rusak totao banget
“Terus, lu baik-baik aja kan Nat?” tanya K yang membalikkan badannya kearah gue
“Iya K sayang, gue baik-baik aja kok. Tapi gue gak habis pikir aja, selama ini baru dia yang bisa buka hati gue lagi… tapi yah namanya belum bisa dipersatukan mau gimana lagi, lagian mungkin gue bukan type nya Putra” Jelas gue sambil senyum pahit-pahit gimana gitu.
“Nat, lu kan cewek strong, tenang aja bakal ada yang lebih baik kok” Rian mulai bergaya ala Pak Mario Teguh
“Iya, gue sempet galau sih semalem, tapi gue lebih ngekhawatirin Lu K. makanya gue telpon Lu berkali-kali”
“Hahaha , gue emang lagi gak baik-baik aja Nat” gumam K sambil memandang jalanan Jakarta
“Ian lu bisa ganti lagunya gak?” samber gue yang udah gak tahan denger lagu galau di mobil Rian
“Ntar gue nangis nih” Sontak gue dan K ketawa bareng setelah berbarengan nyeletuk mau nangis
“Gila lu berdua, kompak. Mau lagu apa nih? Scandal?” tanya Rian sambil menyodorkan DVD miliknya
“Riaaaan, please deh. Sini gue aja yang nyari” gue langsung mencomot kumpulan dvd lagu milik Rian
“Jangan lagu korea ya Nat” Gumam K
“Yaudah K , nih lagunya one D aja deh” gue nyodorin album milik One direction.
Perfectnya one direction sedang mengalun sekarang di mobil Rian. Gue, Rian dan K sontak berasa kayak di room karaoke , nyanyi bareng One Direction sepanjang jalan menuju senayan yang gak lama lagi bakalan sampe.


Keira
Ngedenger cerita Nata dengan iringan Heartachenya One Ok Rock kayaknya pas banget. Nata lagi galau, tapi gue salut sama dia yang bisa nyembunyiin beban sakit hatinya dengan tawanya yang selalu terdengar bahagia. Yah kadang emang seseorang yang terlihat terlalu bahagia itu adalah orang yang punya luka paling dalam. Gue berusaha buat tersenyum dengan luka gue.
Akhirnya kita sampai di senayan, langsung ke tujuan utama kita “Starbucks” kita memesan minuman sesuai keinginan dan mulai milih tempat duduk. Lumayan sepi sih mungkin karena masih pagi dan ini hari kerja.
Sambil menunggu minuman, gue mengecek twitter gue. Kiki ngebales pesan gue, sesuatu yang gak disangka-sangka.
“K, sorry for yesterday. Gue takut kalo lu capek nungguin gue yang smester ini emang bakalan sibuk banget ntar. Gpp ya K kita buat kesepakatan kayak gini” Gue gak ikhlas sama kesepakatan ini ki… gumam gue dalam hati. Dan sesegera mungkin gue membalas pesan Kiki.
“Ki, gue udah bilang, gue mau nunggu kalau emang kita masih bisa sama-sama. Tapi kalau emang gak bisa lagi dipertahanin, gue ikut keputusan lu aja” gue udah pasrah walau gue sebenernya gak rela.
“K, nih punya Lu” Nata menyodorkan Machiatto Milik gue yang ternyata udah siap
“Oh iya makasih Nat” gue, Nata dan Rian duduk di dekat jendela yang mengarah ke pemandangan luar Senayan City.
Hening beberapa detik diantara kami, sampai akhirnya Rian angkat bicara tentang dia dan Rara yang sontak ngebuat Gue dan Nata kaget beneran sama cerita Rian. Rian bener-bener punya cara sendiri buat ngehadepin kegalauannya ini.
Setelah Rian selesai bicara mungkin saatnya gue yang ditanya sama mereka sekarang tentang kejadian gue putus sama Kiki. Awalnya gue berusaha buat nahan tangis gue di depan mereka, tapi ternyata gak bisa. Tangis gue pecah di depan sahabat gue ini.
“Maaf” ucap gue lirih dalam pelukan Nata
“Bego! Gak perlu minta maaf sama kita, nangis aja K. buang aja emosi lu sekarang biar lega” Nata memeluk gue lebih erat. Kaosnya basah karena air mata Gue. Rian mengusap kepala gue, berusaha membuat gue tenang dan nyaman dengan mereka.
Setelah puas menangis, gue menyodorkan ponsel gue dan membiarkan mereka tenggelam dalam Direct Message Twitter gue sama Kiki sebelum putus sampai saat kami putus dan yang baru kiki kirim ke gue tepatnya tadi,masih anget banget.
“K, yakin aja kalau kalian emang bisa bersatu, kalian bakal balikan kok” ucap Rian menyemangati gue
“Mungkin karena kiki sayang sama lu K, makanya dia gak mau buat lu bosen nungguin dia” Nata tersenyum sambil merangkul gue.
“Emangnya nunggu itu ngebosenin?” tanya gue sambil mengelap air mata gue
“Boseeen banget K kalau gak ada kepastian, lu bakalan punya pikiran yang bercabang tentang dia. Alih-alih lu bakalan marah sama dia yang semakin susah dihubungin” Ria menasehatin gue
“Bener tuh K, nunggu itu gak seasyik yang kita kira. Kadang, menunggu itu bisa menjadi boomerang buat kita. Kita nunggu disini tanpa tau apa yang terjadi disana.tapi kalau kita ikhlas buat berjuang disini mungkin ada hasil baik disana menunggu kita” kali ini gue bener-bener setuju sama Nata. Gue harus berjuang, bukan nunggu. Gue harus belajar kayak Rian yang berjuang buat bisa ngedapetin hasil baik nanti nya.
Gue masih sedih sih.. tapi kayaknya buat apa gue sedih lagi, gue harus berjuang dan gue harus mulai hari baru gue besok tanpa status relationship gue.

Rian
Emang Cuma sahabat yang bisa ngebuat kita bener-bener nyaman disini, gue dan Nata mencoba nenangin K yang sedang terisak sekarang. Gue dan Nata mencoba menyemangati K, kalau dilihat-lihat emang K yang paling butuh kita disini sekarang. Tapi gue yakin dua cewek yang ada di depan gue ini adalah dua cewek kuat yang bisa nyelesain masalah mereka dengan kepala dingin.
---
Jadi ya gitu, balik lagi nih ke kenyataan sekarang. Dan kenyataannya sekarang gue, K, dan Nata abis dari Monas, makan Bakso dan mampir bentar di Indomaret karena gue kebelet banget. Kayak yang K bilang , udah berminggu-minggu kita lewatin masalah kita.
Gue yang masih berjuang buat deket sama Rara, Nata yang menyibukkan diri dengan organisasi Fakultas, dan K yang disibukkin banget sama perkuliahan dan kegiatan organisasinya. Berminggu-minggu disini adalah hampir 4bulan kita melewati semua masalah kita dengan masalah lain.
“Balik nih?” tanya gue
“Balik aja deh, udah hampir magrib nih” ucap K yang lebih bersemangat sekarang,
“Semangat amat K” goda gue
“Harus Ian” jawabnya singkat
“Dapet jackpot?”  tanya Nata tiba-tiba
“Iya jackpot banget Nat, jackpotnya itu ternyata Kiki Cuma sempet deket doing sama Ika dan Kiki masih jomblo. Ya jackpot kan?” tawa K pecah, gue jadi inget waktu K nangis sehabis putus. Dan sontak gue ikut tertawa.
“Gue juga jackpot nih K, Nat” ucap gue gak mau kalah
“Apaan ian?” tanya mereka penasaran
“Jackpotnya Gue punya saingan berat kayaknya” ucap gue sambil ketawa
“Kok bisa? Emang siapa saingan lu?” tanya Nata
“Setelah gue stalking, ada anak cowok yang satu kelas sama Rara, nah dia juga suka sm Rara. Jadi gue harus tetep maju tak gentar” Jelas gue dengan tampang serius.
“SEMANGAT RIAAAAAAN!!”Teriak K dan Nata bersamaan

Nata
“Jadi K, masih belum move on?”  tanya gue
“Nat, move on itu gak segampang nyobek kertas basah” K tersenyum,
“Gue belum bisa move on, tapi gue masih berusaha move on. Yang terpenting bukan move on nya, tapi keikhlasan kita ngeliat dia bahagia Nat” Jelas K dengan bijak
Yap, gue setuju sama K. Move on itu bukan melupakan, Tapi mengikhlaskan sesuatu atau seseorang bahagia dengan kehidupannya atau pilihannya yang sekarang, kalau dibilang move on itu melupakan mungkin gue juga sampe sekarang belum bisa ngelupain Putra, tapi gue coba ikhlas buat ngeliat Putra bahagia sama pacarnya.
Semua masalah itu pasti ada jalan keluarnya, dan masalah itu adalah bumbu kehidupan kita buat belajar. Setelah jatu bangun ngadepin patah hati yang udah kayak lagunya the Rain- Terlatih Patah Hati. Gue, K dan Rian sama-sama bangkit, K yang mungkin belum bisa move on dari Kiki, tetap berjuang semampu dia, karena Kiki juga sampe sekarang jomblo. Dan Rian akhirnya punya saingan setelah jalannya mulus-mulus aja. Dan Gue.. ntah yang gue perjuangin sekarang adalah tetap memeluk sahabat-sahabat gue yang gue sayangi ini.
Kita tetap fokus sama kegiatan kita, tapi kita juga gak lupa buat ngumpul bareng sahabat-sahabat yang kita sayangi ini. Walau gimanapun, gue udah nganggep sahabat itu kayak rumah, tempat ternyaman buat bersandar dan menghilangkan beban.

So, Moving On!! BERJUANG, MENCOBA, MENGIKHLASKAN. Karena kalau kita udah berjuang, kita baru bisa ngecoba buat ngeliat kesempatan buat kita dan kalau belum rejekinya kita ya berusahalah buat mengikhlaskan walau butuh waktu buat ikhlas sepenuhnya.  Cerita kita bertiga sampe sini aja yah, karena sampe sekarang kita masih berjuang buat bahagia dan keep stalking orang yang kita sayang  hahaha! Bye readers.

 Thanks to indomaret dan monas jakarta :)