Kurcaci cantik milik Indonesia part 3
Karya Ema Widiya
Day 07
Setelah
menghabiskan waktu dua hari di kampus, akhirnya Jenny, Dena dan Calista
merasakan libur dari berbahas inggris. Benar-benar melelahkan untuk lancar
berbahasa inggis. Harus Jenny akui ia sebenarnya masih fasih berbahasa inggris.
“Jen, mau makan
apa nih weekend?” tanya Dena yang mengetuk pintu kamarnya
“Eh kayaknya
enak bikin omelet aja deh. Tapi gak ada sayurnya nih. Lu beli bahan makanan di
sebrang deh Den” Jenny keluar dari kamar nya sambil menguncir rambut panjang
nya
“Di sebrang? Ada
apaan?” tanya Dena
“Ada rumah yang
jual bahan makanan gitu, kalo diindonesia sih kayak warung” Jelas Jenny
“Eh gue mau juga
dong omelet” Ucap Calista yang baru saja sudah mandi
“Whats wrong?”
tanya May yang mungkin bingung dengan celotehan mereka
“We want to
cooking some omelet . Do you want?” tanya Dena
“I want it,
maybe hye mi love it too” Jawah May
“Ok, Gue belanja
dulu ya” Dena segera mengambil baju hangat dan dompet nya
“May?” panggil
Jenny
“Yap?”
“Do you want to
Learning Indonesian Language?”
“Can you?” May
sepertinya antusias
“Yess. I can,
Let’s do it” Ajak Jenny sambil mengambil pulpen dan kertas di atas meja.
Sementara Jenny
, May, Calista dan Hye Mi belajar bahasa Indonesia, Dena pergi ke sebuah rumah
sederhana di sebrang apartemen mereka. Disana terdapat beberapa sayur dan buah
segar yang di jual. Tapi Dena juga melihat sesosok cowok yang sepertinya ia
kenal.
Sebelumnya di apartemen yang tak jauh
dari tempat Dena,Jenny dan Calista tinggal.
“Bon, Gue laper
tapi bahan makanan abis” Ucap Fadly sambil mengelus perutnya
“Eh jadi kita
harus beli dulu toh?” Logat jawa dan ambonnya menjadi Satu
“Iya Bon, Lu aja
yah yang beli. Kan Lu yang udah siap pergi tuh. Haris sama Ray masih mandi, gue
lagi nunggu giliran mandi” Jelas Fadly
“Mau beli apa
kita?” tanya Boni yang siap dengan catatan kecilnya
“Beli telor aja
lah Bon, sekilo”
“Dimana Toh?”
“Di sebrang
apartemen depan Bon” Ucap Fadly sambil menunjukkan aparteman yang berada di sebrang
kiri.
“Oke oke, aku
pergi dulu ya Fad” Ucap Boni sambil mengambil jaket nya lalu pergi sesuai
instruksi Fadly
Dena ingin
menyebrangi jalan sambil mengamati seorang lelaki yang ia kenal itu. Sedikit
Dena mendengar percakapan Boni dan sang penjual bahan makanan tersebut.
“May I help
you?”
“Yess yess”
Jawab Boni antusias
“What you want?”
tanya sang penjual
“Do you know?
This is ehmm this is and plung plung kukuruyuukk” Boni memperagakan bentuk
bulat dengan jari nya, lalu membuat kedua sikunya terangkat seperti ayam yang
mengepakkan sayap sambil berteriak “kukuruyuukk” ia mengulanginya sampai tiga
kali, awalnya raut wajah sang penjual sangat bingung.
“Plung-plung
kukuruyuk” Boni menghadap belakang saat mengatakan plung-plung , mungkin yang
ia maksud adalah telur ayam yang dikeluarkan oleh sang ayam
“Oh this is?”
tanya sang penjual sambil memperlihatkan sebuah telur
“Yess, You good
.” Boni mengacungkan jempolnya dengan kakek penjual itu
“How much?”
tanya sang kakek
“bagaimana
banyak? Duh ini kakek mungkin mau tanya berapa banyak kali yah?” gumam Boni
“One, in this
one one one and this one” Boni memperlihatkan jari telunjuknya mengisyaratkan
angka 1, dan menunjuk timbangan lalu menunjuk angka satu.
Penjual tersebut
bingung, ia menaruhkan satu buah telur di atas timbangan, namun sepertinya ia
melihat ketidakpuasan dalam raut wajah Boni.
“May I help you
sir?” tanya Dena yang masih terkikik mendengar pembicaraan mereka
“oh, maybe”
jawab sang penjual ragu-ragu
“Bon lu mau
berapa banyak?” tanya Dena
“Aku butuh
sekilo mbakyu” kata Boni menggaruk-garuk kepalanya
“Sir, this guy
buying a one kilograms egg” Jelas Dena yang membuat sang penjual
manggut-manggut mengerti dan segera menimbang telur.
“Boni, telur itu
bahasa inggris nya Egg” Dena menjelaskan kepada Boni
“Oh, egg toh.
Aku lupa, inget nya umur age gitu” kata Boni polos
“Yaudah bayar
sana” Dena meminta boni untuk memberikan uang satu dollar nya untuk membayar
satu kilo telur
“Makasih ya
Dena, aku tertolong ucap Boni sambil tersenyum lebar
“Iya sama-sama”
Ucap Dena sambil memilih sayurang yang akan dia beli
Sambil berjalan,
Boni merapalkan bahasa inggris telur yang membuat tawa Dena pecah mendengarnya.
“Egg, egg, egg,
egg, eeg, eh egg ekek duh bingung toh huruf k apa g” Boni bergumam sambil
berjalan
“Dasar tuh anak
nekat banget belajar keluar negeri” Dena segera membayarkan belanjaannya dan
kembali menyebrang ke apartemennya.
Di dalam
terlihat Mayb sedang menggumamkan bahasa Indonesia yang baru saja ia pelajari
dari Jenny dan Calista.
“Saya –
mau-makan ha” May mengucapkannya dengan logat cinab dan sambil terbata-bata.
“Eh Den, udah
pulang?” tanya Calista yang masih mengajari Hye Mi
“Belajar bahasa
Indonesia nih?” Tanya Dena
“Iya Den, kasian
juga mereka gak tau apa yang kita bahas” Ucap Jenny menyuguhkan kamus bahasa
inggris-indonesia ke May dan Hye Mi
“Iya-kita-belajar
Indonesia coba” Hye Mi mencoba memakai bahasa Indonesia dengan terbata-bata dan
mungkin ia kira penempatannya sama dengan bahasa Inggris.
Sambil tertawa
Jenny menyambar sekantong sayuran yang sudah di beli Dena dan mulai mengocok
beberapa butir telur, mencuci sayuran dan memotongnya menjadi kecil. Omelet siap
di masukkan ke wajan dan Jenny selalu bisa membuat Omelet yang enak.
Day 09
“Gilaaa, bosen
banget ya. Pokoknya minggu depan kalau weekend kita mesti jalan-jalan” Gerutu
Calista yang menghabiskan hari minggu mereka di apartemen karena kemarin hujan
salju sangat lebat.
“Iya Ta, ntar
kalo gak hujan salju, kita jalan deh” Ucap Dena yang sedang membereskan bukunya
“Eh Den,Ta. Gue
mau ke perpustakaan dulu ya?” Jenny menepuk pundak kedua temannya itu
“Ngapain?” tanya
Dena
“Biasa cari-cari
buku bacaan kayak dulu” Ujar Jenny sambil melangkah keluar kelas, dari dulu
hingga sekarang sepertinya minat baca Jenny tidak menurun sama sekali.
“Ntar mau kita
bawain makanan gak?” Tanya Calista
“Gak usah deh
kayaknya” Jenny melambaikan tangannya dan berlari kecil menuju perpustakaan.
Masih pukul
11:00 am, Jenny menelusuri rak-rak buku yang tertata rapi di dalam perpustakaan.
Ia membaca judul bbuku sambil mencari buku yang menarik hatinya. Tak lama ia
menyusuru rak buku manajemen bisnis.
“Kebetulan nih”
gumamnya sambil mendongakkan kepalanya mencari sebuah buku yang mungkin bisa
membantunya memahami materi kuliahnya.
“Eh ada nih”
Jenny melompat kecik ingin meraih buku yang ingin dibacanya, namun masih tak
sampai jari-jari nya berusaha menggapai buku itu. Jenny berusaha melompat agar
dapat mengambil buku itu, tapi sebuah tangan telah mengambil buku tersebut
sebelum Jenny mendarat ke lantai.
“Aduuh” Gumam
sebuah suara
“Eh.. “ Jenny
mencoba membalikkan badannya dengan ekspresi kesal karena bukunya telah di
ambil.
“Nih, Lu mau
ngambil buku ini kan? Materi dari pak Paul tadi” Ujar Haris yang memberikan
buku ke Dena
“Kok Lu?”
“Makanya jangan
kecil amat tuh badan, kayak Kurcaci aja” Haris meletakkan sikunya di atas
kepala Jenny. Yang sontak membuat Jenny kesal.
“Iiih apaan sih,
Lu tuh ketinggian jadi orang. Pohon Lu makan” Gerutu Jenny sambil menghantamkan
kakinya ke kaki Haris
“Aduuh, gila ya
nih cewek” Haris mengerang kesakitan dan Jenny berjalan santai didepannya lalu
membalikkan badan dan tersenyum.
“Eh by the way,
makasih ya jangkung” kata Jenny lalu mengambil langkah seribu mencari tempat
duduk untuk ia menikmati buku bacaannya.
Haris masih
mengelus kaki nya dan mencari kantin dekat perpustakaan, ia merasa sangat
dingin dan membutuhkan kopi. Yang sekarang kebetulan antrian kopi sedang ramai.
Butuh waktu setengah jam agar Haris sampai di antrian pertama.
“I want to order
hm… “ Haris mencermati berbagai macam rasa kopi yang tertera di sana.
“Coffee Creamy”
Ucap Haris setelah memilih rasa kopi nya
“How much sir?”
“Two” Haris menunjukkan
jarinya mengisyaratkan angka dua.
Haris memegang
dua cangkir kopi yang ditutup rapat, mengepulkan sedikit asar di celah-celah
tutupnya. Matanya mencoba mencari seseorang dan seperti mendapatkan lotre, ia
berlari kecil untuk mendekati sebuah meja yang ada di dekat jendela.
Suara meja dan
cangkir kopi terdengar menghasilkan sebuah ekspresi yang lucu menurut Haris.
Jenny menatap secangkir kopi di depan mata nya dan secangkir kopi di tangan
seorang lelaki bertubuh tegap dan tinggi dihiasi hidung mancungnya. Guratan dahi
nya menandakan sebuah pertanyaan yang siap untuk dilontarkannya
“apaan nih?” Tanya
Jenny
“Kopi” Jawab
Haris tepat namun tidak sesuai keinginan Jenny
“Maksud gue,
apaan maksud nya? Kok Lu ngasih gue kopi?” Tanya Jenny heran
“Gak usah ge-er,
gue ngerasa dingin aja. Jadi gue pikir lu juga butuh hangatnya kopi” Ucap Haris
sambil mnyeruput kopinya dan sesekali menggesekan kedua telapak tangannya.
“Ih siapa juga
yang ge-er” Jenny mengambil secangkir kopi yang ada di depannya, namun Haris
cepat-cepat menarik tangan Jenny.
“Apaan lagi sih
ris?” Jenny mulai kesal namun suaranya rendah karena dia berada di
perpustakaan.
“Lu gak mau
minta maaf nii?” Haris menunjuk ke kedua kaki nya.
“Oh jadi maksud
lu ngasih kopi, bbiar gue minta maaf gitu?” Ucap Jenny
“Gak juga sih”
Haris membalikkan badannya sambil sedikit memijat-mijat kakinya
“Tapi
seenggaknya lu harus tau nih kesalahan lu tadi, badan udah kecil ternyata
otaknya kecil juga ya” Haris yang tak sadar kalau Jenny sudah membereskan buku
nya dan saat Haris menoleh ke kursi Jenny, Jenny sudah siap dengan buku di
tangannya.
“Makasih nih,
makasih.. maaf yaa maaf banget” Jenny menjatuhkan buku ke kepala Haris
berkali-kali sampai Haris harus melindungi kepalanya dengan lengannya.
“Eh Jen, apaan
sih” Tak lama setelah memukuli Haris dengan buku, Jenny langsung berlari kecil
sambil tertawa melihat Haris yang baru saja ingin berdiri dari kursinya.
“Byeeeee” Jenny
melambaikan tangannya dengan tawa puas.
“Tuh cewek
beneran gila kali ya” gumam Haris sambil menyandang tasnya yang siap untuk
mengejar Jenny.
Tapi ia sudah
tertinggal, Tubuh Jenny yang kecillah yang membantunya cepat menghindar dari
kejaran Haris. Kini Haris hanya menghembuskan nafas panjang sambil menggerutu.
Tak jauh dari
perpustakaan ada Dena yang sedang asyik mengobrol dengan teman barunya, bule
Australia. Dena yang mudah membaur dengan orang disekelilingnya terlihat
antusias saat mengobrol dengan cowok bule tersebut.
“Ngapain Jen?
Ngos-ngosan gitu?” tanya Dena
“Abis dikejer
monster” Jenny tertawa sambil menstabilkan nafasnya
“Whats wrong?”
tanya seorang cowok bule yang ada di samping Dena
“Oh, nothing. She’s
just want to run”
“Siapa nih?”
Tanya Jenny
“Ehm,, Chris,
this is Jenny. My bestfriend” Ucap Dena saat memperkenalkan Jenny kepada Chis
“Hello, Jenny”
Jenny melambaikan tangannya
“Hello, iam
Chris. Nice to meet you”
“Nice to meet
you too”
“Den, gue cabut
dulu ya, laper nih” Ucap Jenny sambil pergi meninggalkan Dena dan Chris.
Jenny memasuki
area kantin, ia mulai membeli sebuah paket nasi lengkap dengan lauk pauknya. Setelah
beres mengambil pesanannya Jenny mencari tempat untuk menikmati makanannya. Ia tak
pernah merasa selelah ini.
“Disitu aja”
Bisik sebuah suara yang mengagetkan Jenny
“Haris?!?! Udah deh
ampun gue beneran” Ucap Jenny sambil menoleh ke arah Haris
“Lu sih pake
kabur-kabur segala. Gih makan” Ajak Haris sambil membawa makanannya.
Jenny dan Haris
menikmati makan siang mereka dengan lahap, sepertinya mereka benar-benar
kelaparan karena habis menguras tenaga untuk berlari. Kali ini Jenny tidak
merasa canggung lagi dengan Haris yang mungkin bisa ia ajak berteman, tapi
Haris adalah teman yang menyebalkan menurut Jenny.
“Mau kemana Jen?”
tanya Haris
“Ya pulang lah,
masa’ mau ngampus lagi” Ucap Jenny cuek
“Ya udah sono
gih pulang sana pulaaaang” Haris mendorong Jenny seperti gerakan mengusir
“Iya gue pulang
nih pulang” Jenny pun berjalan menuju apartemannya.
Di sepanjang perjalanan
pulang, Jenny merasa aneh. Sepertinya ada seseorang yang mengikutinya, tapi ia
tak berani menoleh kebelakang. Saat Jenny ingin menyebrang, ia memberanikan
untuk menoleh, tapi sosok yang ia pikir mengikutinya itu hilang. Jenny
bertanya-tanya mungkinkan ada seorang penguntit di area sekitar sini???
Tunggu
kelanjutannya besok J