Minggu, 03 April 2016

Kurcaci cantik milik Indonesia part 6

Kurcaci cantik milik Indonesia part 6
karya Ema Widiya


Day 25
Sibuk dengan kuis dikelasnya membuat Hye Mi pusing bukan kepalang, minggu-minggu ini Hye Mi akan benar-benar fokus dengan kuisnya. Berbeda dengan Dena, Calista dan Jenny yang sedang bersantai karena belum ada satu mata kuliah yang memberikan kuis atau ujian semacamnya.
Pagi ini Calista memamerkan cicin couple yang ia beli dengan Ray, sontak saja ia terkena sejuta pertanyaan dari dua sahabatnya ini. Calista menjelaskan betapa imutnya Ray, betapa romantisnya Ray sampai betapa betapa yang kesekian banyak pujian ia lanturkan untuk Ray pagi itu. Bosan mendengar nama Ray yang selalu di lantunkan Calista, akhirnya Jenny membenamkan diri ke perpustakaan.
“Kenapa gak jadian aja sama Ray?” Tanya Jenny spontan
“Ih Jen, kita itu harus PDKT dulu, jangan buru-buru” Jawab Calista diiringi Dena yang mengangguk-anggukan kepalanya.
“Tau deh, sana PDKT sana. Gue mau ke perpus aja” Jenny berlalu meninggalkan Dena dan Calista yang masih sibuk membicarakan masalah PDKT.
Jenny merasakan getaran di saku mantelnya, sebuah pesan dari whatsapp entah dari siapa. Perlahan Jenny membukanya dengan perasaan harap-harap cemas.
“Hai kak? Gimana? Udah dapet cewek bule kece buat gue?”
Tercantum nama Gani di atasnya,Jenny memutar bola mata nya dan menghembuskan nafasnya perlahan. Ia membalas pesan Gani dengan mengirimkan sebuah foto saat ia berada di Luna Park. Tak sampai satu menit, ternyata Gani sudah membalas pesannya.
“Gilaaa!! Pamer Lu.. bawain oleh-oleh ya buat gue?!”
Kali ini giliran Jenny yang tersenyum puas setelah memamerkan hasil jepretannya kemarin yang berhasil membuat sang adik cemburu dengan gambar miliknya.
“Iya, nanti pasti kk bwain. Salam buat mama sm papa J
Jenny kembali memasukkan ponselnya ke kantong dan kembali berjalan menuju perpustakaan. Ia kembali menyusuri rak-rak buku yang kali ini lebih banyak buku baru dari hari-hari sebelumnya. Jenny memilih sebuah buku dan mulai mencari tempat duduk yang mungkin akan membuatnya nyaman. Dilihatnya sosok lelaki yang sudah ia kenal sejak di Melbourne, dihampirinya Fadly yang sedang sibuk membolak balikkan buku yang ia baca.
“Baca apa Fad?” tanya Jenny lalu menduduki kursi kosong disebalh Fadly
“Filsafat nih Jen” Fadly menunjukkan sampul buku yang ia baca
“Sendirian?” tanya Jenny lagi
“Kayaknya sih masih sendiri hehe” Fadly tersenyum menatap Jenny
“Lu ? sendirian doang?” tanya Fadly
“Sama kayak lu, masih sendiri” Ucap Jenny sambil tertawa kecil
“Bisa aja lu”
Keduanya larut dalam bacaan mereka, tapi ujung mata Fadly tak bisa berkonsentrasi melihat buku yang ia baca. Mata nya sibuk melirik gadis cantik disebelahnya ini. Jenny mengurai rambutnya sehingga terjuntai menutupi sebagian wajahnya, tak sadar Fadly meraih rambut yang menutupi wajah jenny tersebut dan menaruhnya di belakang telinga Jenny.
“Eh? Kenapa Fad?” tanya Jenny kaget
“Eh iya sorry Jen, gue pikir ini rambut ganggu lu baca”
“Oh, iya. Thanks ya”
Fadly memukul dahinya seakan ia melakukan kesalahan terbesar, Jenny memang gadis yang cantik. Wajah mungil dan untaian helai rambutnya membuatnya terlihat manis, pandangan matanya yang teduh mungkin bisa membuat siapa saja larut dalam mata nya.
“Duh sadar Fad” Fadly menggelengkan kepalanya
“Jen, gue duluan ya?”
“Oh iya Fad, bye” Jenny melambaikan tangannya dan melanjutkan membaca
Sambil menopang dagunya dengan satu tangan, Jenny larut dalam bacaannya. Ia membalik lembar demi lembar kertas yang berisi tulisan sejarah bangunan tua Melbourne yang kadang membuatnya berdecak kagum dengan isi tulisan tersebut. Jenny merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya tepat disebelahnya.
“kata nya mau pergi Fad..?” dahinya berkerut mendapati Haris yang sudah ada di sebelahnya
“Sejak kapan?” tanya Jenny
“Sejak lu nanya tadi” ucap Haris
“oh, barusan” Gumam Jenny
Haris mengangguk lalu berdiri dari tempat duduknya.
“Kemana?” tanya Jenny
“Ke kantin, mau ikut?”
“Boleh” Jenny menutup bukunya dan menyandangkan tas nya
Haris diam di sepanjang jalan menuju kantin , begitu juga Jenny yang bingung untuk membuka pembicaraan. Tak lama dari keheningan itu, mereka pun sampai di kantin. Seperti biasa, suasana kantin akan selalu ramai dikala jam makan siang ini. Jenny dan Haris sama-sama mencari tempat duduk untuk menikmati makan siang mereka, tapi Jenny melihat sosok lain di ujung kursi tempat makan.
“Kak Aldo? Ngapaian disini?” Gumam Jenny , ia mundur perlahan dan menubruk tubuh tinggi milik Haris
“Kenapa Jen?” Tanya Haris yang ikutan mengendap-endap
“Ssssttt diem yah, kita lagi jadi mata-mata nih” Ucap Jenny
Haris penasaran dengan apa yang dilihat Jenny, iya menyembulkan kepalanya dan melihat sosok Aldo yang sedang tersenyum dengan seorang gadis rupanya.
“Eh, ngapain lu disini. Nimbrung aja kali kesana” Ucap Haris kembali berdiri tegak
“Eh, lu kenapa berdiri? Nanti ketahuan” Ucap Jenny
“Gue kan gak ikut-ikutan” Haris menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal itu.
“Udah ah, gue laper” ucap Haris lalu satu langkah di depan Jennny
“Eh, Haris sini dulu.. nanti kita ketahuan” Jenny berbisik namun agak keras
“Buruan gih Jen, gue tinggal nih” Haris kini berdiri tepan di depan Jenny, tangannya ia lipat hingga di depan dada. Kepalanya menunduk masih memperhatikan Jenny yang sibuk mengendap-endap di balik tembok.
Haris masih menunggu Jenny yang sibuk memperhatikan Aldo, sambil memutar bola matanya Haris mengetuk-ngetukkan telapak kakinya namun yang ia dapat adalah Jenny yang dengan gesit berlari dari tembok di depannya sampai ke  seberang. Haris mengerjapkan matanya dan tersenyum aneh melihat kelakuan Jenny itu.
“Gila, cepet banget larinya” Haris menoleh ke dua tembok yang berlawanan itu berkali-kali sampai akhirnya ia mengangkat kepalanya dan menarik pergelangan tangan Jenny dan berhenti di depan kursi kosong.
“Haaariiiiissss apaan sih? Kan belum kelar nguping nya?” Gerutu Jenny
“Makan, benter lagi profesor mau masuk” Haris menunjukkan jam tangannya tepat di depan mata Jenny. Sontak saja Jenny sedikit memundurkan badannya agar kepalanya agak menjauh dari jam tangan Haris.
“Lagian lu ngapain nguping? Kenapa gak tanya aja langsung?” tanya Haris
“Tanya langsung apa lagi? Gue udah denger tadi sedikit. Kayaknya kak Aldo pacaran sama Gita” Ucap Jenny
“ooh” Haris hanya menganggukkan kepalanya
“Jadi nih ya ris, si Gita itu anak Seni. Gue akui dia jagi nari, jago dance , lumayan cantik lah…” Haris memasukkan sesendok nasi ke mulut Jenny
“Gue gak mau denger lah apa masalah Aldo sama pacarnya, yang pasti gue mau makan dan bentar lagi kelas bakal dimulai” Haris kembali tenang dengan makan siangnya
“Apaan sih lu, gue kan belum selesai” Jenny manyun sesaat lalu mulai menyantap makanan yang sudah ada di depan matanya.
Selang beberapa waktu mereka hanyut di dalam keheningan, Jenny melirik Haris yang ternyata sudah selesai makan. Jenny cepat-cepat menghabiskan makanan nya dan mulai ingin membuka percakapan.
“Jadi, buat apa lu iri sama tuh cewek Jen. Dia punya bakat mungkin itu yang ngebuat dia spesial di mata Aldo, sedangkan lu mungkin punya bakat yang gak bisa dilihat sama Aldo tapi sama orang lain” Haris berdiri dari kursinya lalu menoleh ke arah Jenny.
“Gue? Bakat? Siapa Ris? Iya gue tau kak Aldo emang udah kagum sama bakatnya Gita dari dulu” Jenny ikut berdiri karena ia telah selesai makan.
“Yuk ke kelas” Jenny berjalan lebih dulu didepan Haris dan kini Haris hanya memandangi punggung kecil yang ada di depannya nya ini.
“Gue salah ngomong gak ya tadi?” gumam Haris dalam Hati…
Setelah mendapati dirinya yang ternyata memikirkan kalimat Haris sepanjang malam ini, Jenny sontak tersadar jika ia hanya membuang-buang waktu. Segera ia membuka sebuah novel karya Rick Riordan yang terbaru yang berjudul Magnus Chase. Jenny  akan membaca novel atau buku fantasi ketika ia sedih ataupun bingung, karena menurutnya itu akan membantunya melupakan masalahnya dan mulai dengan imajinasinya yang mulai terbawa oleh sebuah buku fantasi yang berhasil menarik perhatiannya.

Day by Day to be a mounth
Mount 5
Sudah lima bulan berlalu di Melbourne akhirnya musim dingin sudah habis masa nya, saatnya menyambut musim panas bagi penduduk Melbourne setempat. Dena berteriak kegirangan seketika sambil melihat keluar jendela apartemen diiringin Calista, Jenny yang ikut bersandar melihat ke arah luar.
“Gilaaaaaaakkkkk keren bangeeeeeeeettt” Teriak Dena
“Apaan? Apaan?” Tanya Calista menyusul penasaran, dan yang lain ikut menyusul.
“Waaah pemandangan yang jarang banget ya kita lihat di Indonesia” Gumam Calista
“Iya, kak Aldo mah kalah” Ucap Jenny
Dena dan Calista melirik Jenny lalu mereka sontak tertawa mendengar pernyataan sahabatnya itu.
“Keren keren banget sih kuli bangunan nya” Gumam Calista
“Gila, cowok-cowok sekeren ini jadi kuli bangunan. Kalo diindonesia mah udah gue kira pebisnis atau gak model” Jenny menunjuk tiga orang kuli bangunan yang sedang bekerja di sebrang dekat apartemen mereka.
Para kuli bangunan itu bertelanjang dada dengan hanya balutan celana jeans dan memperlihatkan otot-otot lengan mereka membuat Calista, Dena dan Jenny terdiam menikmati keindahan yang ada di depan mereka.
“Kulit nya coklat bagus ya” Dena menopang dagunya dengan kedua tangannya.
“Kayak Tentara aja deh jatunya” Gumam Jenny manggut-manggut sambil tersenyum
“Aaaahh sukaaa” Calista berteriak kegirangan melihat tiga pemuda bule yang sedang bekerja itu., peluh mereka yang jatuh sampai kedahi membuat mereka bertambah seksi.
“Duh, betah gue disini mah kalau liat bule gini terus tiap hari” Ucap Dena
“Gila lu, gue mau mandi ah” Ucap Jenny yang tersadar dari kekagumannya
“aah gue juga betah” Calista masih menganga melihat pria bule seksi itu.
“Inget Ray deh Ta” Teriak Jenny
“Eh, kan lagi gak ada orangnya disini” Calista menoleh sambil mencibir kearah Jenny
“Hahaha gila lu” Jenny segera menarik handuknya dan masuk ke kamar mandi.
Jenny sudah selesai mandi, dan sudah siap untuk berangkat ke kampus. Ujian akhir semester hampir dimulai, tapi kedua temannya ini masih sibuk menikmati pemandangan tubuh kekar bule Australia itu.
“Eh, lu berdua mau kuliah apa mau jadi patung disana?” Tanya Jenny
“Eeh iya hari ini ada ujian” Dena dan Calista serentak menepuk dahi mereka dan bersiap ke kampus.
Jenny hanya menggelengkan kepalanya sambil tertawa lepas melihat kelakuan dua sahabatnya itu.
“Buruaan gih, gue tinggal nih” Jenny mengetuk-ngetukkan sepatunya
Tak ada balutan mantel ataupun jaket lagi, kali ini hanya sebuah kaos hitam dilapisi kemeja putih setengah lengan dan jeans hitam yang membalut Jenny. Berbeda dengan Calista yang terlihat lebih girly dengan dress berkerah dengan panjang selutut miliknya. Dena mengikat rambutnya dengan balutan kaos berkerah dan jeans denim. Mereka siap menghadapi ujian kali ini.
 “Cantik banget ta” Ray menyambut Calista dengan senyuman lebarnya
“Iya dong. Calista” Calista memainkan rambut panjangnya.
Jenny mulai mengikat rambutnya ke atas, dan sadar akan diperhatikan oleh Fadly. Akhirnya setelah Jenny selesai mengikat rambutnya, ia menoleh ke arah Fadly.
“Ngapain lu?” tanya Jenny heran
“Cantik juga kalau di ikat gitu Jen” Gumam Fadly tersenyum lalu berpura-pura membuka bukunya
“Eh?” Jenny tersenyum saat setelah mendengar ucapan Fadly.
“Kayaknya Fadly suka sama lu” Bisik Dena yang mengagetkan Jenny
“Ya ampun!! Ni anak ngagetin aja” Jenny melotot kearah Dena
Dena hanya tersenyum jahil melihat Jenny yang sudah kembali menikmati isi bukunya. Setelah selesai menghadapi ujian kali ini, Jenny, Dena dan Calista memilih untuk menghabiskan waktu di kantin dan membeli beberapa cemilan di sana.
“Waaah , bener-bener ini ujian essay bikin kepala mumet” Dena memijat-mijat kepalanya
“Iya nih untung aja gue bisa jawab” Ray tiba-tiba datang sambil menyodorkan minuman untuk Calista
“Eh, makasih Ray” Calista tersenyum sembali mengambil milkshake yang telah diberikan oleh Ray.
“Untung kepala kita gak pecah yah” Ray kembali membuka mulutnya dan duduk di sebelah Calista
“Ini namanya hampir pecah. Nih Jen” Tiba-tiba Fadly menyodorkan secangkir ice blend coklat untuk Jenny
“Gue?” Sembur Dena sambil menunjuk dirinya
“Sorry Den, gue belinya Cuma lebih satu” Fadly terkekeh mendengar pertanyaan Dena
“Iiih, kalian berdua lagi PDKT ya?” tanya Calista
“Siapa yang PDKT?” Tanya Haris yang baru saja tiba dan langsung menyesap ice blend coklat yang Jenny letakkan di sampingnya
“Eh ris, ris kok lu yang minum?” Fadly jadi agak sewot melihat Haris meminum ice blend yang sudah ia beli untuk Jenny
“Lho? Ini emang punya siapa?” tanya Haris sambil melongo
“Udah gak apa, gue juga mau beli minum nih” Jenny berdiri dan mengambil sebotol air mineral
“Dasar lu” Gerutu Fadly, tapi Haris hanya mengangkat kedua bahu nya. Ia tak mengerti kenapa Fadly begitu sewot saat ia meminum secangkir ice blend yang tidak tahu siapa pemiliknya itu.
Ray, Calista, dan Dena hanya tertawa melihat kelakuan dua cowok keren ini hanya karena secangkir minuman. Haris beranjak dari kursinya lalu membeli sepotong roti, seperti biasa dengan gaya santai dan cueknya. Haris mengecek ponselnya, dan untuk kali pertamanya Jenny melihat Haris sibuk dengan ponselnya.
“Tumben nih anak main gadget” Gumam Jenny sambil menunjuk kearah Haris
“Paling ngabarin papa nya” Ucap Fadly
“Haris gak ngabarin pacarnya?” Tanya Dena spontan yang membuat raut wajah Ray dan Fadly berubah derastis.
“Ups, sorry” Gumam Dena sambil menutup mulutnya dengan satu tangan.
“Ngomongin gue ya lu pada?” tanya Haris yang sudah tidak konsen dengan ponselnya lagi
“Gak kok” Ucap Ray sambil cengengesan.
“Bokap ris?” tanya Fadly
“Iya Fad, sibuk banget nanyain kulihan sama latihan basket gue” Gerutu Haris
“Kalian suka ngebasket?” tanya Calista
“Ya iyalah ta, gue, Haris, Fadly sama Boni itu satu tim basket di kampus. Nah Haris ini ketua tim kita, yang paling jahil dan suka banget buat orang-orang meledak karena kejahilannya” Jelas Ray sambil mengingat masa silam
“Bener banget tuh, kita suka latihan tiap sore dan ikut berbagai pertandingan. Mulai dari olimpiade biasa sampe three on three di jalanan” Fadly tertawa saat menceritakan masa latihan mereka dulu.
Hanya Haris yang punya raut wajah berbeda diantara mereka, Haris tersenyum namun senyum yang ia berikan hanyalah senyuman pahit seakan penuh luka untuknya. Haris hanya mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja, tak ikut bernostalgia. Seakan membaca ekspresi sahabatnya itu Fadly dan Ray pun mengerti dan berhenti untuk mengungkit masa indah mereka itu.
“Eh kita juga suka latian lho” Dena mencoba mencairkan suasana
“Latihan? Apaan Den?” Tanya Calista dan Jenny berbarengan
“Latihan nyanyi di kamar mandi” Sontak semua orang tertawa mendengar celotehan Dena itu.  Tapi tampaknya Haris masih terdiam dan sibuk dengan pikirannya sendiri.
Setelah menghabiskan waktu di kantin dan kembali dengan ujian, mereka kembali berjalan menyusuri jalanan kota Melbourne. Kali ini penyebrangan jalan lumayan ramai oleh mahasiswa yang menuju tempat tinggal masing-masing. Jenny, Dena dan Calista mampir ke mini market untuk belanja. Sedangkan Haris, Fadly, Ray, dan Boni langsung menuju apartemen mereka. Sambil berjalan, Fadly telah menyiapkan rencana untuk mengajak Jenny ke IMAX Teater untuk menonton setelah ujian selesai. Ia berharap Jenny menerima ajakannya.
“Gimana Jen? Mau gak?” Tanya Fadly yang diam-diam menelpon Jenny di kamarnya
“Ehm, minggu depan kan ya kelar ujian?” Terdengar suara jawaban dari Jenny
“Iya Jen, refreshing gitu” Jawab Fadly
“Yang lain ikut?” tanya Jenny
“Cuma kita berdua aja kok Jen, dan gue yang traktir. Makanya jangan bilang anak-anak kalau kita ,mau nonton” Jelas Fadly
“Hm, yaudah boleh deh selagi free” Jenny tertawa dan menerima tawaran Fadly
Diakhiri dengan ucapan “YESS!!” dari dalam kamar Fadly, ia tak sabar untuk menunggu akhir pecan ini datang. Ia berharap dari sinilah ia bisa memulai pendekatannya dengan Jenny, cewek mungil yang ia sukai sejak… entah sejak kapan ia menyukai Jenny.

Tunggu Kelanjutannya J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar