Sabtu, 11 Juni 2016

Teruntuk Nur, Cahaya ku (selesai)

Teruntuk Nur, Cahaya ku
by : Ema Widiya


Deru motor disiang bolong itu mengagetkan Anti yang sedang asyik memainkan game tahu bulat di teras depan rumah. Imam sepertinya sengaja membuat adik perempuannya itu kaget.
“Mas, kalau pulang gak usah rusuh toh” Umpat Anti yang masih asyik dengan gadget nya
“Gue punya kabar baik nih, mana ibuk?” Imam langsung meluncur masuk kedalam rumah dan menemui ibunya di ruang keluarga
“Buk, buk Imam minta duit dong buk?” Bujuk Imam
“Assalamualaikum dulu toh Le’ kalau pulang, langsung minta duit aja” Sambar Bapaknya yang sedang menonton pertandingan badminton di televisi.
“Hehe iya pak Walaikumsalam…”
“Kamu ini, nyaut aja. Kenapa mam? Buat apa minta uang siang-siang begini?” tanya Ibunya
“Imam mau Seminar Propsal buk , lusa nanti” Imam melebarkan kedua tangan nya ke atas sambil tersenyum lebar
“Dosenmu ndak sakit toh? Atau kamu ancem?”
“Bapak kok gitu, Imam kan udah bilang pak, Imam bakalan lulus tahun ini. Bapak siap-siap pokoknya”
“Alhamdulillah nak kalau udah ada kemajuan, jadi buat seminar nanti butuh duit berapa?” Tanya Ibunya
“ehm… sekitar empat ratus buk…”
“Banyak amat Le’ buat opo wae?”
“Buat sekalian beli rokok pak, hahaha”
“Kamu itu yo, bapak mu udah berenti ngerokok. Eh malah kamu jadi perokok, gak ada rokok lagi lah pokoknya”
“Justru itu pak, sebagai anak bapak yang baik nih. Imam bakalan ngelanjutin pengalaman merokok bapak selama ini” Imam membusungkan dadanya sambil mengepal tangan kanan nya yang dilipatkan nya ke depan dada.
“Ini anak ndak bisa di omongin yo, bukan itu maksud bapak !!” kali ini Imam tertawa cekikikan mendengar ocehan bapaknya.
“Udah-udah, kamu juga Le’ jangan merokok yo nak. Nanti ibu kasih uangnya”
“Makasih ibuk ku tersayang” Imam segera bergegas ke kamarnya, ia sudah tak sabar menunggu hari dimana ia akan sempro.
Sambil mengamati skripsinya, Imam sebetulnya sangat menunggu balasan surat dari Dillah, padahal baru beberapa jam yang lalu ia memberikan surat itu.
“Hayo, senyum-senyum sendiri kenapa toh mas? Dapat duit sekarung toh?” Goda Anti sambil menyodorkan pakaian Imam yang sudah disetrika
“Belum dek, gue lagi nunggu tuh duit kagak muncul-muncul”
“Ngawur wae toh mas, tilawah sana biar adem pikiranmu”
“Huuh, dasar lu ceramah doang bisa nya” Imam menutup pintu kamarnya dan kembali menatap layar laptopnya.
--~o~o~o~--
Imam meretangkan kedua tangannya ia terlihat lebih rileks dari jam sebelumnya, wajahnya berseri seakan mendapatkan jackpot yang cukup bagus untuk di bagikan.
“Udah kelar lu?” Tanya Reza yang menunggu Imam keluar dari ruangan
“Kelar bro, gue beneran berasa udah mau wisuda nih” Imam menepuk pundak Reza
“Lebay lu, baru tahap awal juga. Puasa Mam?”
“Iya lah, gue puasa terus dong”
“Gimana kabar Nur lu?”
“Belum di bales bro, lama juga nih. Eh iya, lu mau beli rokok gue gak? Masih setengah nih, lima belas ribu aja deh”
“Lu mau ngibulin gue ya? Mahal amat lu jual, tapi ngomong-ngomong kenapa lu mau jual rokok? Udah insyaf?”
“Demi Nuradillah bro, dia alergi asap rokok. Gue harus berjuang nih”
“Gilee, keren lu Mam keren abis.” Reza menggelengkan kepalanya takjub dengan kata-kata Imam.
“Gue itu lagi usaha maksimal Za, lu support gue lah”
“Gue support lu Mam kalau lu beneran berubah, tapi inget yo. Berubahnya karena Allah, perantaranya ya itu Dek Nur”
--~o~o~o~--
“Mas, tolong ambilin toples kue dong di belakang”
“Yang mana dek?”
“Dekat lemari piring itu lho mas, buruan deh”
“Iya ini lagi gue ambil juga’ bawel lu”
“Le’ kamu gak ikut takbiran di masjid?” Tanya Ibunya yang sibuk memotong kue untuk lebaran.
“Boleh nih Buk?”
“Ya boleh lah Le’ kamu toh  kalau ke masjid bakalan bapak izinin” sambung bapaknya
“Eh, kalau gitu Imam ajak bang Farhan sekalian juga ya pak” Imam segera mengambil kunci motor nya dan bergegas menuju rumah Farhan.
Diperjalanan menuju rumah Farhan kini Imam berharap ia dapat bertemu Dillah, dan ingin menanyakan kenapa suratnya tak kunjung dibalas.
“Assalamualaikum, bang… oii bang takbiran yuuk”
“Assalamualaikum, bang Farhan” Imam mengetuk pintu pagar tiga kali namun belum ada tanda-tanda orang rumah untuk membuka nya.
“Pulang kampung kali ya?!?” Batin Imam
“Walaikumsalam, maaf mas mau cari bang Farhan ya?”
Seketika Imam terdiam dibuat oleh sapaan suara lembut yang ia tunggu-tunggu, Dillah keluar dan menyapa nya. Imam terdiam sesaat membuat Dillah yang sudah membukakan pintu pagar merasa aneh melihatnya.
“Cahaya gue nih…”
“maaf mas ini mas Imam ya?”
“Eh iya sorry sorry, Iya gue Imam. By the way gue boleh masuk?”
“Oh iya, silahkan mas. Dillah panggil bang Farhan dulu”
“Bentar-bentar, lu eh maksud gue. Kamu terima surat dari mas kan?” Tanya Imam hati-hati. Dillah hanya tersenyum dan masuk ke dalam rumah, Imam menggaruk kepalanya, ia bingung kenapa Dilla tidak menjawab pertanyaannya.
“Dia denger gak ya pertanyaan gue tadi?” gumam Imam
“Mas, maaf nunggu agak lama. Dillah ragu dan bingung sebenarnya mau ngasih surat nya ke mas Imam gimana lagian Dillah juaa…”
“Imam, maaf toh nunggu lama. Abis beresin kamar sama nyetrika baju kokoh buah besok” Farhan mengagetkan Dillah dan Imam yang sedang berbicara.
“Eh iya bang ayok kita takbiran. Pake motor gue ya” Imam buru-buru menyelipkan surat yang diberikan oleh Dillah.
“Dek, abang pergi dulu ya. Assalamualaikum”
“Walaikumsalam”
--~o~o~o~--
Tak sabar imam untuk segera membuka surat dari Dillah, selesai takbiran pun ia mengantar Farhan pulang dan langsung bergegas untuk kembali kerumah agar ia bisa membaca surat balasan dari Dillah , yang telah ia tunggu sudah hampir satu minggu ini.
“Surat nya aja bercahaya ini, apa lagi isinya. Bisa menyilaukan mata” gumam Imam sesampainya di rumah
“Opo itu mas?” Anti melirik secarik kertas yang dipegang oleh Imam
“Ora opo-opo “ Imam berlari masuk ke kamar nya ia tak sabar untuk membaca surat dari Dillah.

“Bissmillah… gusti allah semoga gue diterima, eh tapi kan gue gak nembak dia “ Imam membuka lipatan kertas itu dengan pelan namun penasaran…



Imam terdiam menatap balasan surat dari Dillah, ia tersenyum sambil memeluk bantal nya. Tak lama kemudian ia histeris kegirangan sambil bernyanyi entah lagu apa yang ia nyanyikan.
“Besok gue silaturahmi terus gue lamar anaknya pakde Sabar” Ucap Imam sambil memlilih baju kokoh yang akan ia pakai besok.
--~o~o~o~--
“Pak buruan pak, keburu kelar ntar orang sholat Ied nya” teriak Imam
“Tumben kamu semangat banget Le’ “ tanya bapaknya heran
“Udah bapak buruan gonceng ibuk sana, kita ke masjid bareng-bareng” Ajak Imam
Hari itu adalah hari yang paling Imam tunggu, selain datangnya hari raya Idul Fitri, Imam juga tak sabar untuk berkunjung ke rumah Dillah dan bicara dengan orang tua nya. Selesai Sholat Ied berjamaah dan bersalam-salaman meminta maaf dengan para tetangga dekat, Imam dan ekluarga nya kembali ke rumah.
“Maafin Anti ya buk,pak, anti banyak salah sm ibuk sama bapak”
“Kamu toh nduk, baik-baik yo di sekolah” Sambil mengusap kepala Anti, Ibunya tersenyum melihat kedua anaknya yang sedang akur.
“Maafin Imam juga buk, Imam bakal kasih ibuk sama bapak menantu ideal deh”
“Ngawur lagi , ngawur lagi Le’. Selesain kuliah mu dulu” Ujar Bapaknya sambil menyesap the hangat yang sudah disediakan di meja makan.
“Pak, sore ini kita ke rumahnya pak Sabar yo? Udah lama gak silaturahmi kesana. Ibu sudah siapin opor ayam buat di anter kesana nanti”
“Yaudah, Imam sama Anti nanti siap-siap. Bapak mau keliling dulu sama bapak-bapak disini” Ujar bapaknya lalu melaksanakan kebiasaan di lingkungan sekitar saling silaturahmi dan mendoakan dengan tetangga sekitar.
Imam memoles rambutnya dengan gel, serapi mungkin ia ingin penampilannya benar-benar meyakinkan di depan Abi nya Dillah. Beruntung sore ini Ibunya juga ingin kesana, jadi tak ada alasan Imam untuk mengajak mereka berkunjung.
“Dantya Sari, Imam Al-Kahfi, udah pada siap belum nak?” Panggil Ibunya
“Udah bu, Anti udah siap”
“Imam siap banget buk” Ujar Imam
“Yaudah, ayo pergi. Kalau udah siap semua” Ajak Bapaknya, lalu mereka pun melaju ke rumah Dillah dengan membawa Opor dan juga ketupat yang sudah Ibunya siapkan.
“Assalamualaikum… Bu Rini, Pak Sabar”
“Walaikumsalam, eh ada ibu Mei. Masuk buk” Imam dan keluarga nya disambut hangat di hari yang Fitri itu
“Ini Imam kan? Udah besar ya, dulu waktu kecil ngikutin Farhan terus kemana-mana” Ujar Umi nya Dillah
“Buk, Pak” Farhan dan Dillah gantian bersalaman dengan Ibu dan Bapak Imam. Mereka pun berkumpul di ruang keluarga dan mulai bernostalgia saat mereka menjadi tetangga dekat dulu.
“Imam gimana kabarnya?” tanya Pak Sabar
“Alhamdulillah sehat Bi, Imam bermaksud untuk langsung saja ya Bi…”
“Ngawur meneh mam, opo toh” Sambar bapaknya
“Begini, Imam mau ta’aruf bi dengan Dillah. Kalau diperbolehkan Imam…”
“Imam!!!!” Gerutu bapaknya
“Maaf Pak , dan nak Imam. Maksud nak Imam sangatlah baik ada nya, tapi untuk masalah itu, abi ingin Dillah langsung yang bicara”
“Maafin Imam yo bu, pak” Ucap Ibu nya Imam sambil menepuk bahu Imam, yang di tepuk bahunya malah senyum-senyum tidak jelas.
“Abi, Umi, kalau untuk Dillah sendiri itu ya Dillah gak keberatan, tapi saat ini Dillah masih kuliah dan apa tidak terlalu lama jangka waktu ta’aruf jika Dillah dan mas Imam melakukan ta’arufnya sekarang?”
“Kamu benar juga dek, abang juga setuju sama Dillah Bi. Lagian Dillah masih semester enam, lagi sibuk mau nyusun skripsi nya” Jelas Farhabn
“Jadi gimana itu bang? Gue ditolak nih?”
“Hus, diem dulu mas, dengerin dulu Abinya mbak Dillah” Sembur Anti
“Maaf, biar Dillah saja yang bicara bi. Boleh?” tanya Dillah
“Boleh nak, silahkan”
“Mas, begini. Dillah dan mas Imam sama-sama masih kuliah, untuk ta’aruf pun jangka nya maksimal tiga bulan saja. Jadi menurut Dillah mungkin lebih baik kita mendekatkan diri sama Allah saja dulu, kalau memang mas yakin ingin mengkhitbah Dillah suatu hari nanti, Insyaallah Dillah juga yakin akan menerima mas Imam” Selama bicara Dillah pun tak kuasa menahan malu karena Imam terus memandanginya.
“Mas, denger tuh kata mbak Dillah nya” Ujar Anti
“Kamu ada-ada aja juga toh Mas, mau ta’aruf sama anak orang. Kuliah aja belum kelar, mau khitbah pakai duit bapak mu opo?!?!?” Sahut bapaknya yang lalu tertawa keras diiringi tawa abi dan umi Dillah
“Nama nya juga anak muda jatuh cinta pak, ayo dimakan” ajak Pak Sabar
Mereka pun kembali menikmati kue dan beberapa dodol buatan Umi nya Dillah. Setelah selesai mendengar pernyataan Dillah, kini Imam bertekad akan selalu menjaga perasaannya yang Insyaallah akan diridhoi Allah S.W.T, dan jika mereka berjodoh tentunya mereka akan dipertemukan lagi.
TAMAT ~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar