Jumat, 10 Juni 2016

Teruntuk Nur, Cahaya ku

Teruntuk Nur, Cahaya ku

By ema widiya

Asap rokok mengepul di langit-langit malam, seorang lelaki mengenakan kaos berwarna hitam kini sedang duduk santai didepan Indomaret layaknya tak ada beban apapun yang ia tanggung. Setiap hembusan asap rokok yang ia keluarkan dari mulutnya bagaikan nikmat dunia yang membuatnya lupa dengan segala urusannya.
“Mas, aku udah selesai tarawih nya. Ayo pulang, nanti ibu khawatir toh”
“Iya, bawel, maka nya belajar pakai motor gih. Biar mamas gak repot anterin ke masjid tiap malem gini”
“Lho, bukannya inisiatif ikut tarawihan, ini malah ngeluh toh mas”
“Udah ah, bawel amat. Cabut ayok”
Jalanan lumayan ramai saat para jamaah tarawihan memadati jalan raya , membaur menuju rumah masing-masing.
“Mas, kapan toh berenti merokok?”
Hening tanpa jawaban, yang ada hanya suara mesin motor yang melaju dengan santainya.
“Mas Imam, adekmu lagi nanya toh dijawab mas. Ih ngeselin amat jadi kakak”
“Kamu itu ya anti, bisa nggak diem bentar doang. Mamas mu lagi nyetir mbok yo di biarin fokus”
“Alah, alasan mas Imam doang itu. Mamas gak takut mati opo? Mas, merokok itu bisa bikin mati lho”
“Anti, adek mas yang paling cantik, dengerin mas mu ini yo. Mamas belum mat, belum ada tanda-tanda. Ntar kalo mamas mau mati, mamas kabarin deh beneran”
“Mas, ih ngomongnya suka sembarangan yo. Itu mulut lancar kayak beo”
“Udah, lu diem aja lah. Bentar lagi sampe rumah”
Anti hanya diam selama di bonceng Imam, setelah sibuk mengomeli kakak nya, Anti memilih bungkam karena memang sosok Imam yang susah untuk dinasehati.
“Udah sampe nih,turun gih. Mamas mau masukin motor ke garasi”
“Assalamualaikum, ibuk… Anti pulang buk”
“Walaikumsalam, gimana nak tarawih nya ? ramai gak?”
“Alhamdulillah ramai buk, nama nya masih hari ke-empat puasa buk”
“Eh, gak boleh ngomong gitu, doakan saja ramai terus masjid nya”
“Eh iya buk, nuhun. Anti mau kekamar dulu buk”
“Mamas mu mana toh nduk?”
“Mamas lagi masukin motor buk”
“Oh yaudah, kamu istirahat aja dulu ya?”
“Iya buk”
Anti masuk kedalam kamarnya dan mulai merapikan kasur serta buku belajarnya, besok ia harus kembali sekolah seperti biasa. Anti kini duduk di bangku SMA kelas dua berbeda dengan Imam yang kini sedang merajut masa suram nya di bangku kuliah semester delapan, Imam masih berkutat dengan skripsinya yang tak kunjung ada kabar.
“Imam, masuk nak… udahan ngurusin motor nya”
“Eh ibuk, ngapain ibuk diluar?Imam lagi periksa aki motor buk, soalnya tadi klaksonnya gember gitu”
“Besok-besok aja ya, udah malem”
“Bapak mana buk? Udah balik?”
“Belum, bapak ada lembur dikantornya”
“Sip dah!! Imam mau nge-PES bentar ya buk di dalem?”
“Duh, jangan lama-lama ya. Nanti kalau bapak tau kelakuan kamu bisa-bisa bapak jual itu PS nya”
“Iya buk iya” Imam berlari menuju ruang tengah dimana ia biasa bermain Pes sepuasnya jika tidak ada bapaknya yang selalu membatasi waktu bermainnya.
--~o~o~o~--
“Mas, bangun toh mas sahur”
“Bentar lagi lah lima … lima”
“Mas, cepetan, bapak sama ibuk udah nunggu lho”
“Ah berisik amat lu bawel”
“Imam, kamu mau sahur apa ndak?” kali ini suara bapak yang terdengar tegas membangunkan Imam, sontak imam terduduk dan matanya kini membelalak.
“Iya pak, Imam bangun”
“Bapak tuh capek ya ngomongin kamu mam, nama udah cakep IMAM AL-KAHFI, eh malah jadinya begini? Salah ngidam opo kamu buk?”
“Kok bapak nanya ke ibuk? Ibuk juga gak tau kalau Imam bakal jadi gendeng kayak gini”
“Ibuk, sama bapak gak usah ribut-ribut deh, mendingan kita makan sahur dulu” Imam dengan santainya mengambil nasi dan lauk yang terhidang di meja makan, tanpa menatap kedua orang tua nya yang sedari tadi geleng-geleng kepala saja.
“Alhamdulillah kenyang banget, dah gue cabut” Imam berdiri kemudian sedikit melambaikan tangannya diiringi dengan kantuknya yang begitu terlihat.
“Mas Imam, tunggu sampe subuh toh baru tidur lagi. Kebiasaan deh” Anti menatap Imam sinis sambil membantu ibunya membereskan piring kotor.
“Imam, apa perlu bapak sita motor kamu juga biar disiplin?”
“Yah pak jangan pak, iya Imam tunggu sampe subuh dah beneran” Imam mengangkat kedua jarinya seraya berjanji.
Adzan subuh pun berkumandang dan mereka mulai melaksanakan sholat berjamaah dirumah. Belum lima menit berlalu, setelah selesai sholat subuh pun Imam langsung merebahkan dirinya dikasur tanpa peduli ocehan dari sang bapak.
“Mas Imam, gimana calon istri mu nanti toh” Celoteh Anti
“Kamu yang rajin yo, jangan kayak mamas mu iki” Ujar bapaknya sembari mengejutkan Anti yang menatap Imam tidur di kamar depan.
“Eh iya pak, insyaallah Anti bakal rajin belajarnya. Amit-amit juga kayak mas Imam”
“Hus, jangan ngomong gitu dek. Gitu-gitu juga mamas mu lho, anak ibuk juga”
“Eh iya buk, maaf. Abisnya mamas gitu banget. Kalau gak dimarahin bapak aja gak mau sholat”
“Udah, kamu tidur dulu sana lagi, nanti ibuk bangunin kalau udah jam tujuh”
“Iya buk” Anti kembali ke kamarnya dan beristirahat sejenak, karena bila ramadhan tiba, maka sekolah pun mulai masuk dan belajar pada pukul 08:00 WIB.
--~o~o~o~--
Seperti malam-malam sebelumnya, Imam akan mengantar Anti sholat Isya dan Tarawih berjamaah di masjid. Karena jarak dari masjid ke rumah agak lumayan jauh.
“Mas, beneran gak mau ikut tarawih nih?”
“Gak”
“Mas…”
“gak”
“Adek belum ngomong mas!!, “
“Eh iya, lu mau ngomong apa?”
“Mamas nanti kalau aku udah keluar masjid jemput langsung yo? Males banget mau nyebrang jalan”
“Eh, gue kirain apaan. Iya deh sana tarawih yang rajin kayak bapak”
“Eh mamas kok gitu ngomong nya” Anti berlari kecil menyebrangi jalan menuju masjid yang tak jauh dari Indomaret tempat Imam memarkirkan motornya. Seperti biasa, asap rokok akan menemaninya menunggu adiknya selesai tarawih.
“Imam, gak tarawih?”
“Gak bang, belum mandi hehe”
“Kamu ngomong apaan sih, ayo ambil wudhu, ikutan tarawih”
“Duh bang Farhan mah Imam nunggu disini aja bang beneran”
“Udah ikutan abang yuk tarawih”
Imam terseret ke masjid mengikuti Farhan yang lebih tua satu tahun dari nya, rumah Farhan pun tak jauh dari rumahnya. Imam hanya malas saja bertegur sapa lagi dengan Farhan karena Farhan sudah menjadi remaja masjid sejak SMA berbanding terbalik dengan dirinya yang saat itu adalah remaja tawuran yang mulai belajar nakal.
“Mas imam?!?!?!?” Anti kaget melihat kakak nya keluar dari tempat wudhu laki-laki.
“Ssssttt kayak liat setan aja lu, diem deh” imam memelototi saudarinya itu yang tak kuasa menahan tawa nya.
“Assalamualaikum Dek Danty” sapa Farhan yang juga keluar dari tempat wudhu laki-laki.
“Wa’alaikummussalam bang, ternyata bang Farhan toh yang berhasil nyeret mas Imam” Goda Anti pada kakak nya itu
“Nyeret opo toh? Kebetulan tadi Imam juga mau ke masjid kata nya” Farhan menepuk pundak Imam dan membuat Imam terpaksa tertawa hambar mendengarnya.
“Alhamdulillah kalau gitu, Danty masuk duluan ya bang, mas”
“Iya Danty silahkan” Farhan mengajak Imam memasuki masjid dan meluruskan saff
Selesai ibadah Tarawih dan sholat Isya berjamaah, Anti menunggu Imam yag ternyata masih ngobrol di dalam masjid dengan Farhan.
“Mas, ngomongin apa?”
“Mau tau aja lu”
“Ih, mamas mah gitu”
Anti tak begitu ingin tau, dia hanya bangga saja pada kakak nya ini yang akhirnya melaksanakan tarawih walau sudah mendekati malam lailatul qodr.
--~o~o~o~--
“Buk , Imam pergi kerumah bang Farhan lagi ya”
“ngerjain skripsi lagi?” tanya ibunya
“Iya buk. Imam pergi buk…”
“eh, assalamualaikum” sambung Imam sambil menghidupkan mesin motornya
“Walaikumsalam” sahut Anti dan Ibunya
“Buk, udah seminggu ini lho mas Imam main ke rumah bang Farhan terus” Anti menyikut ibunya yang sedang sibuk mengaduk soto ayam untuk lauk buka puasa.
“Eh, kalau ibu pikir-pikir iya juga yah, mamas mu lebih rajin sejak ketemu Farhan di masjid”
“Duh ibuk, kayaknya mas Imam lagi kesemsem buk”
“Kesemsem apaan ya dek?”
“Ah ibuk mah gitu, kesemsem itu lagi kena virus merah jambu buk”
“Oalah, iya toh? Mamas mu mau kesemsem sama siapa disana?”
“Mana Anti tau buk”
“Eh, ibuk baru inget, Farhan itu kan punya adek perempuan toh, setahun dibawah Imam”
“Wah iya , mbak Dillah” Anti ikut nimbrung ucapan ibunya yang kini membuat mereka tersenyum jika harapan mereka benar terjadi.

Imam dan Farhan mengerjakan skripsi Imam yang kebetulan berkaitan dengan hasil skripsi Farhan dulu, tanpa keberatan Farhan mengajarkan Imam tentang penelitian yang ia ambil.
“kalau tau gini bang, gue dari dulu nemuin abang minta tolong”
“Hahaha kamu toh ndak berubah yo, aya-aya wae guyonan mu mam”
“Mas, aku pergi dulu yo” suara lembut itu lagi, membuat Imam tak kuasa menahan pandangannya.
“Iya dek, hati-hati yo”
“Iya mas, Assalamualaikum”
“Walaikumsalam” hening diantara keduanya Imam masih pangling melihat gadis cantik yang lewat beberapa hari ini didepan mata nya. Ia seakan teringat ucapan Farhan malam saat pertama kali ia tarawih.
“Bang, itu  yang ngobrol sama bang Farhan ,siapa?” Imam bertanya pada beberapa orang yang lewat
“Itu Nur, adikk nya Farhan”
“Gilaak! Cantik, bening dah”
“Astagfirullah, Imam jaga mata. Ayo keluar”
Imam tak henti melirik gadis yang bernama Nur itu sampai ia menabrak tiang masjid yang ada tepat didepan matanya.
“Imam, hati-hati toh kalau jalan” Farhan buru-buru membantu Imam berdiri
“Hehe iya bang, salah fokus tadi. Eh iya bang, abang jurusan ekonomi juga kan?” Imam memulai misinya untuk bisa bertemu Nur dan koneksinya mungkin melalui abangnya, yaitu Farhan.
“Hei mam, kok malah melamun?” tanya Farhan yang sedari tadi menjelaskan penelitiannya.
“Eh iya sorry bang lagi gak konsen tadi”
“Hayo kenapa nih? Kamu ngeliatin Dillah ya?”
“Dillah siapa bang? “ Tanya Imam bingung
“Oalah, tak pikir kamu udah tau nama adikku mam. Salah sangka aku, nuhun yo”
“Eh, iya bang , gak apa-apa”
“Itu lho ukhti yang barusan lewat tadi adikku, namanya Nuradillah Savira. Dia lagi kuliah di jurusan Farmasi”
“Oalah, cantik ya bang. Kayaknya ukhti-ukhti banget” Imam tersenyum masam saat ia mendengar kalimatnya sendiri.
--~o~o~o~--
Imam kembali menemui dosen pembimbingnya yang kali ini ia harus mendapatkan acc untuk mengajukan seminar proposalnya.
“eh koe ngapain kesini mam?” ledek Reza sahabat dekat Imam
“Gue? Tungga lu, bakalan gue susul deh, di acc nih ntar” dengan percaya diri Imam memasuki ruang dosen dan tak sgelintir umpatan ia dapatkan namun ia berhasil mendapatkan tanda tangan acc untuk melanjutkan seminar proposalnya.
“Ajegile, tumben lu rajin, udah mau ngejer gue nih mam”
“Iya dong, gue mau buru-buru Za, ntar diambil orang” Imam berlari menuju parkiran dan berteriak kegirangan
“Sempro ada yang mau ngambil? Gila kali si Imam”
Diperjalanan pulang, Imam sengaja mampir ke toko bunga, ia membeli secarik kertas dan setangkai mawar merah. Entah apa yang ada dipikiran Imam saat ini, ia bertekad untuk memulai misinya.
Imam memasukkan sebuah amplop yang ia tempelkan dengan bunga mawar merah yang baru saja ia beli tadi. Sengaja ia menunggu Dillah pulang agar surat tersebut langsung diterima oleh tuannya. Imam mengintip di balik warung manisan tepat di sebrang rumah Dillah, menikmati paras muslimah sholeha itu dan kini pikirannya kembali risau karena jilbab Dillah yang mengulur lebar menutupi dada dan bahunya.
Imam kembali berpasrah dan tersenyum melihat Dillah mengambil surat dan mawar itu, melihat Dilla tersenyum geli saat melihat setangkai mawar yang ia pegang.
“Udah pulang dek?” tanya ayahnya
“Udah bi, abi mau kemana udah rapi?”
“Abi mau ke musholla dulu, sholat Ashar disana sekalian ngajarin anak-anak ngaji”
“Oh iya bi, Dillah masuk dulu”
Dengan lembut Dillah membuka surat yang ditujukan padanya itu, tak ada nama pengirim di amplop tersebut, namun ia berharap akan ada nama di secarik kertas lipatan itu…



Bersambung ... :p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar