Teruntuk Nur, Cahaya ku
By ema widiya
Asap rokok mengepul di langit-langit malam, seorang lelaki mengenakan kaos berwarna hitam kini sedang duduk santai didepan Indomaret layaknya tak ada beban apapun yang ia tanggung. Setiap hembusan asap rokok yang ia keluarkan dari mulutnya bagaikan nikmat dunia yang membuatnya lupa dengan segala urusannya.
“Mas, aku udah selesai tarawih nya.
Ayo pulang, nanti ibu khawatir toh”
“Iya, bawel, maka nya belajar pakai
motor gih. Biar mamas gak repot anterin ke masjid tiap malem gini”
“Lho, bukannya inisiatif ikut tarawihan,
ini malah ngeluh toh mas”
“Udah ah, bawel amat. Cabut ayok”
Jalanan lumayan ramai saat para
jamaah tarawihan memadati jalan raya , membaur menuju rumah masing-masing.
“Mas, kapan toh berenti merokok?”
Hening tanpa jawaban, yang ada
hanya suara mesin motor yang melaju dengan santainya.
“Mas Imam, adekmu lagi nanya toh
dijawab mas. Ih ngeselin amat jadi kakak”
“Kamu itu ya anti, bisa nggak diem
bentar doang. Mamas mu lagi nyetir mbok yo di biarin fokus”
“Alah, alasan mas Imam doang itu. Mamas
gak takut mati opo? Mas, merokok itu bisa bikin mati lho”
“Anti, adek mas yang paling cantik,
dengerin mas mu ini yo. Mamas belum mat, belum ada tanda-tanda. Ntar kalo mamas
mau mati, mamas kabarin deh beneran”
“Mas, ih ngomongnya suka
sembarangan yo. Itu mulut lancar kayak beo”
“Udah, lu diem aja lah. Bentar lagi
sampe rumah”
Anti hanya diam selama di bonceng
Imam, setelah sibuk mengomeli kakak nya, Anti memilih bungkam karena memang
sosok Imam yang susah untuk dinasehati.
“Udah sampe nih,turun gih. Mamas mau
masukin motor ke garasi”
“Assalamualaikum, ibuk… Anti pulang
buk”
“Walaikumsalam, gimana nak tarawih
nya ? ramai gak?”
“Alhamdulillah ramai buk, nama nya
masih hari ke-empat puasa buk”
“Eh, gak boleh ngomong gitu, doakan
saja ramai terus masjid nya”
“Eh iya buk, nuhun. Anti mau
kekamar dulu buk”
“Mamas mu mana toh nduk?”
“Mamas lagi masukin motor buk”
“Oh yaudah, kamu istirahat aja dulu
ya?”
“Iya buk”
Anti masuk kedalam kamarnya dan
mulai merapikan kasur serta buku belajarnya, besok ia harus kembali sekolah
seperti biasa. Anti kini duduk di bangku SMA kelas dua berbeda dengan Imam yang
kini sedang merajut masa suram nya di bangku kuliah semester delapan, Imam
masih berkutat dengan skripsinya yang tak kunjung ada kabar.
“Imam, masuk nak… udahan ngurusin
motor nya”
“Eh ibuk, ngapain ibuk diluar?Imam
lagi periksa aki motor buk, soalnya tadi klaksonnya gember gitu”
“Besok-besok aja ya, udah malem”
“Bapak mana buk? Udah balik?”
“Belum, bapak ada lembur
dikantornya”
“Sip dah!! Imam mau nge-PES bentar
ya buk di dalem?”
“Duh, jangan lama-lama ya. Nanti kalau
bapak tau kelakuan kamu bisa-bisa bapak jual itu PS nya”
“Iya buk iya” Imam berlari menuju
ruang tengah dimana ia biasa bermain Pes sepuasnya jika tidak ada bapaknya yang
selalu membatasi waktu bermainnya.
--~o~o~o~--
“Mas, bangun toh mas sahur”
“Bentar lagi lah lima … lima”
“Mas, cepetan, bapak sama ibuk udah
nunggu lho”
“Ah berisik amat lu bawel”
“Imam, kamu mau sahur apa ndak?”
kali ini suara bapak yang terdengar tegas membangunkan Imam, sontak imam
terduduk dan matanya kini membelalak.
“Iya pak, Imam bangun”
“Bapak tuh capek ya ngomongin kamu
mam, nama udah cakep IMAM AL-KAHFI, eh malah jadinya begini? Salah ngidam opo
kamu buk?”
“Kok bapak nanya ke ibuk? Ibuk juga
gak tau kalau Imam bakal jadi gendeng kayak gini”
“Ibuk, sama bapak gak usah
ribut-ribut deh, mendingan kita makan sahur dulu” Imam dengan santainya
mengambil nasi dan lauk yang terhidang di meja makan, tanpa menatap kedua orang
tua nya yang sedari tadi geleng-geleng kepala saja.
“Alhamdulillah kenyang banget, dah
gue cabut” Imam berdiri kemudian sedikit melambaikan tangannya diiringi dengan
kantuknya yang begitu terlihat.
“Mas Imam, tunggu sampe subuh toh
baru tidur lagi. Kebiasaan deh” Anti menatap Imam sinis sambil membantu ibunya
membereskan piring kotor.
“Imam, apa perlu bapak sita motor
kamu juga biar disiplin?”
“Yah pak jangan pak, iya Imam
tunggu sampe subuh dah beneran” Imam mengangkat kedua jarinya seraya berjanji.
Adzan subuh pun berkumandang dan
mereka mulai melaksanakan sholat berjamaah dirumah. Belum lima menit berlalu,
setelah selesai sholat subuh pun Imam langsung merebahkan dirinya dikasur tanpa
peduli ocehan dari sang bapak.
“Mas Imam, gimana calon istri mu
nanti toh” Celoteh Anti
“Kamu yang rajin yo, jangan kayak
mamas mu iki” Ujar bapaknya sembari mengejutkan Anti yang menatap Imam tidur di
kamar depan.
“Eh iya pak, insyaallah Anti bakal
rajin belajarnya. Amit-amit juga kayak mas Imam”
“Hus, jangan ngomong gitu dek. Gitu-gitu
juga mamas mu lho, anak ibuk juga”
“Eh iya buk, maaf. Abisnya mamas
gitu banget. Kalau gak dimarahin bapak aja gak mau sholat”
“Udah, kamu tidur dulu sana lagi,
nanti ibuk bangunin kalau udah jam tujuh”
“Iya buk” Anti kembali ke kamarnya
dan beristirahat sejenak, karena bila ramadhan tiba, maka sekolah pun mulai masuk
dan belajar pada pukul 08:00 WIB.
--~o~o~o~--
Seperti malam-malam sebelumnya,
Imam akan mengantar Anti sholat Isya dan Tarawih berjamaah di masjid. Karena jarak
dari masjid ke rumah agak lumayan jauh.
“Mas, beneran gak mau ikut tarawih
nih?”
“Gak”
“Mas…”
“gak”
“Adek belum ngomong mas!!, “
“Eh iya, lu mau ngomong apa?”
“Mamas nanti kalau aku udah keluar
masjid jemput langsung yo? Males banget mau nyebrang jalan”
“Eh, gue kirain apaan. Iya deh sana
tarawih yang rajin kayak bapak”
“Eh mamas kok gitu ngomong nya”
Anti berlari kecil menyebrangi jalan menuju masjid yang tak jauh dari Indomaret
tempat Imam memarkirkan motornya. Seperti biasa, asap rokok akan menemaninya
menunggu adiknya selesai tarawih.
“Imam, gak tarawih?”
“Gak bang, belum mandi hehe”
“Kamu ngomong apaan sih, ayo ambil
wudhu, ikutan tarawih”
“Duh bang Farhan mah Imam nunggu disini
aja bang beneran”
“Udah ikutan abang yuk tarawih”
Imam terseret ke masjid mengikuti
Farhan yang lebih tua satu tahun dari nya, rumah Farhan pun tak jauh dari
rumahnya. Imam hanya malas saja bertegur sapa lagi dengan Farhan karena Farhan
sudah menjadi remaja masjid sejak SMA berbanding terbalik dengan dirinya yang
saat itu adalah remaja tawuran yang mulai belajar nakal.
“Mas imam?!?!?!?” Anti kaget
melihat kakak nya keluar dari tempat wudhu laki-laki.
“Ssssttt kayak liat setan aja lu,
diem deh” imam memelototi saudarinya itu yang tak kuasa menahan tawa nya.
“Assalamualaikum Dek Danty” sapa
Farhan yang juga keluar dari tempat wudhu laki-laki.
“Wa’alaikummussalam bang, ternyata
bang Farhan toh yang berhasil nyeret mas Imam” Goda Anti pada kakak nya itu
“Nyeret opo toh? Kebetulan tadi
Imam juga mau ke masjid kata nya” Farhan menepuk pundak Imam dan membuat Imam
terpaksa tertawa hambar mendengarnya.
“Alhamdulillah kalau gitu, Danty
masuk duluan ya bang, mas”
“Iya Danty silahkan” Farhan
mengajak Imam memasuki masjid dan meluruskan saff
Selesai ibadah Tarawih dan sholat
Isya berjamaah, Anti menunggu Imam yag ternyata masih ngobrol di dalam masjid
dengan Farhan.
“Mas, ngomongin apa?”
“Mau tau aja lu”
“Ih, mamas mah gitu”
Anti tak begitu ingin tau, dia
hanya bangga saja pada kakak nya ini yang akhirnya melaksanakan tarawih walau
sudah mendekati malam lailatul qodr.
--~o~o~o~--
“Buk , Imam pergi kerumah bang
Farhan lagi ya”
“ngerjain skripsi lagi?” tanya
ibunya
“Iya buk. Imam pergi buk…”
“eh, assalamualaikum” sambung Imam
sambil menghidupkan mesin motornya
“Walaikumsalam” sahut Anti dan
Ibunya
“Buk, udah seminggu ini lho mas
Imam main ke rumah bang Farhan terus” Anti menyikut ibunya yang sedang sibuk
mengaduk soto ayam untuk lauk buka puasa.
“Eh, kalau ibu pikir-pikir iya juga
yah, mamas mu lebih rajin sejak ketemu Farhan di masjid”
“Duh ibuk, kayaknya mas Imam lagi
kesemsem buk”
“Kesemsem apaan ya dek?”
“Ah ibuk mah gitu, kesemsem itu
lagi kena virus merah jambu buk”
“Oalah, iya toh? Mamas mu mau
kesemsem sama siapa disana?”
“Mana Anti tau buk”
“Eh, ibuk baru inget, Farhan itu
kan punya adek perempuan toh, setahun dibawah Imam”
“Wah iya , mbak Dillah” Anti ikut
nimbrung ucapan ibunya yang kini membuat mereka tersenyum jika harapan mereka
benar terjadi.
Imam dan Farhan mengerjakan skripsi
Imam yang kebetulan berkaitan dengan hasil skripsi Farhan dulu, tanpa keberatan
Farhan mengajarkan Imam tentang penelitian yang ia ambil.
“kalau tau gini bang, gue dari dulu
nemuin abang minta tolong”
“Hahaha kamu toh ndak berubah yo,
aya-aya wae guyonan mu mam”
“Mas, aku pergi dulu yo” suara
lembut itu lagi, membuat Imam tak kuasa menahan pandangannya.
“Iya dek, hati-hati yo”
“Iya mas, Assalamualaikum”
“Walaikumsalam” hening diantara
keduanya Imam masih pangling melihat gadis cantik yang lewat beberapa hari ini
didepan mata nya. Ia seakan teringat ucapan Farhan malam saat pertama kali ia
tarawih.
“Bang, itu yang ngobrol sama bang Farhan ,siapa?” Imam
bertanya pada beberapa orang yang lewat
“Itu Nur, adikk nya Farhan”
“Gilaak! Cantik, bening dah”
“Astagfirullah, Imam jaga mata. Ayo
keluar”
Imam tak henti melirik gadis yang
bernama Nur itu sampai ia menabrak tiang masjid yang ada tepat didepan matanya.
“Imam, hati-hati toh kalau jalan”
Farhan buru-buru membantu Imam berdiri
“Hehe iya bang, salah fokus tadi. Eh
iya bang, abang jurusan ekonomi juga kan?” Imam memulai misinya untuk bisa
bertemu Nur dan koneksinya mungkin melalui abangnya, yaitu Farhan.
“Hei mam, kok malah melamun?” tanya
Farhan yang sedari tadi menjelaskan penelitiannya.
“Eh iya sorry bang lagi gak konsen
tadi”
“Hayo kenapa nih? Kamu ngeliatin
Dillah ya?”
“Dillah siapa bang? “ Tanya Imam
bingung
“Oalah, tak pikir kamu udah tau
nama adikku mam. Salah sangka aku, nuhun yo”
“Eh, iya bang , gak apa-apa”
“Itu lho ukhti yang barusan lewat
tadi adikku, namanya Nuradillah Savira. Dia lagi kuliah di jurusan Farmasi”
“Oalah, cantik ya bang. Kayaknya ukhti-ukhti
banget” Imam tersenyum masam saat ia mendengar kalimatnya sendiri.
--~o~o~o~--
Imam kembali menemui dosen
pembimbingnya yang kali ini ia harus mendapatkan acc untuk mengajukan seminar
proposalnya.
“eh koe ngapain kesini mam?” ledek
Reza sahabat dekat Imam
“Gue? Tungga lu, bakalan gue susul
deh, di acc nih ntar” dengan percaya diri Imam memasuki ruang dosen dan tak
sgelintir umpatan ia dapatkan namun ia berhasil mendapatkan tanda tangan acc
untuk melanjutkan seminar proposalnya.
“Ajegile, tumben lu rajin, udah mau
ngejer gue nih mam”
“Iya dong, gue mau buru-buru Za,
ntar diambil orang” Imam berlari menuju parkiran dan berteriak kegirangan
“Sempro ada yang mau ngambil? Gila kali
si Imam”
Diperjalanan pulang, Imam sengaja
mampir ke toko bunga, ia membeli secarik kertas dan setangkai mawar merah. Entah
apa yang ada dipikiran Imam saat ini, ia bertekad untuk memulai misinya.
Imam memasukkan sebuah amplop yang
ia tempelkan dengan bunga mawar merah yang baru saja ia beli tadi. Sengaja ia
menunggu Dillah pulang agar surat tersebut langsung diterima oleh tuannya. Imam
mengintip di balik warung manisan tepat di sebrang rumah Dillah, menikmati
paras muslimah sholeha itu dan kini pikirannya kembali risau karena jilbab
Dillah yang mengulur lebar menutupi dada dan bahunya.
Imam kembali berpasrah dan
tersenyum melihat Dillah mengambil surat dan mawar itu, melihat Dilla tersenyum
geli saat melihat setangkai mawar yang ia pegang.
“Udah pulang dek?” tanya ayahnya
“Udah bi, abi mau kemana udah rapi?”
“Abi mau ke musholla dulu, sholat
Ashar disana sekalian ngajarin anak-anak ngaji”
“Oh iya bi, Dillah masuk dulu”
Dengan lembut Dillah membuka surat
yang ditujukan padanya itu, tak ada nama pengirim di amplop tersebut, namun ia
berharap akan ada nama di secarik kertas lipatan itu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar